Skip to main content
Pijar KesadaranSpiritual

Mencapai Pencerahan Memang Tidak Gampang

21 December 2021 Persaudaraan Matahari No Comments

Saya akan menceritakan pengalaman pribadi, perjalanan saya pribadi supaya Anda lebih gampang untuk memahami ini semua secara lebih sistematis. 

Sama dengan Anda semua, saya dulu itu terjebak di dalam roda samsara. Di sana ada momen-momen penuh kesenangan karena hidup ini berjalan seperti yang kita mau: karir lancar, hubungan  rumah tangga harmonis. Tapi, itu tidak pernah berlangsung lama. Selalu ada momen di mana hidup tidak selalu sesuai dengan yang kita mau, konflik besar terjadi kapan saja, bisnis yang dirintis tiba-tiba hancur tidak jelas. Saat itulah kita terjebak di dalam penderitaan. Dan, apa yang kita rasakan ini betul-betul sangat tergantung dari faktor-faktor yang tidak bisa kita  kendalikan. Kita menjadi sangat rentan untuk terjebak terhadap penderitaan dan pada saat itulah kita terikat oleh roda samsara. 

Tentu saja tidak ada yang nyaman dengan situasi tersebut. Jiwa yang normal dan waras pasti merindukan kebenaran sejati yang berbuah kebahagiaan sejati. Dulu kebahagiaan bagi saya adalah cita-cita karena faktanya saya belum berbahagia, bahkan belum tahu sumber kebahagiaan itu. Lalu, saya mulai belajar meditasi, belajar spiritualitas. Karena religi pada waktu itu tidak memberikan jawaban yang saya butuhkan. 

Belajar meditasi itu ternyata tidak segampang yang dibayangkan karena saya juga pada waktu itu tidak menemukan guru yang bisa mendukung yang tuntunannya didasarkan pada pengalaman otentiknya dalam menemukan pencerahan sejati. Jadi, yang ada konsep-konsep yang berseliweran. Meditasi itu artinya mengosongkan pikiran, saya coba dan saya frustasi karena pikiran tidak pernah kosong. Begitu diam merem, segala yang tadinya tidak muncul jadi muncul, sampai tagihan yang tadinya disembunyikan malah muncul. 

Lalu, geser konsepnya meditasi adalah konsentrasi di kening (Cakra Ajna), “Konsentrasikan perhatian Anda ke Cakra Ajna”. Apakah ini menemukan kebahagiaan? Tidak juga. Bahkan, saya ingat waktu itu, tapi ini bukan karena meditasinya, karena banyak faktor yang lainnya, termasuk karena dulu terlalu kuat di pikiran, terlalu kuat di kemampuan analitiknya. Yang namanya ngerasain angin nggak bisa, baal, ngerasain matahari pagi aja baal. Bayangkan, betapa rusaknya diri saya pada waktu itu. Sudah menderita, instrumennya soak, belum lagi kalau kemudian cerita saya nyasar, bagaimana dengan belajar spiritual masalah saya jadi tambah banyak. Dulu saya cuma punya masalah sakit hati atau luka jiwa atau watak angkara, setelah belajar spiritual beberapa saat berkelana ke sana ke mari, nambah masalahnya, jadi banyak demitnya, itu saya alami. 

Dulu waktu kita masih belum kenal spiritualitas, ya sudah, seperti manusia pada umumnya pakai common sense. Begitu belajar spiritual, karena nggak ngerti spiritual itu apa, jadi ekstrem ke sana ke mari; lakukan ritual ini dan itu, kadang ke pantai selatan, kadang ke pantai utara, kadang di goa, kadang di gunung. Egonya yang itu kemudian di depan, itu  menjadi faktor yang membuka portal-portal dimensi rendah. Ego menjadi wadah dari watak angkara, watak angkara itu menjadi drive, pengemudi dari diri kita. Itu yang membuat kita menarik segala yang tidak selaras. Ambisi narik demit, pengen sakti narik demit, pengen liat alam kadewatan pake ajna, bukannya keliatan, demitnya yang ketarik, ribet pokoknya. 

Jadi, saya memaklumi kenapa orang yang belajar spiritual itu banyak yang hidupnya jauh lebih kacau dibanding orang biasa yang pakai common sense. Tapi saya juga inget sudah kacau gitu merasa spiritualis dan untuk jadi pembeda dengan yang lain pakai aksesoris. Saya pakai gelang macem-macem sebagai penanda ini spiritualis. Memakai hal-hal yang sebetulnya itu artifisial, bukan esensial untuk menunjukkan, “Saya adalah spiritualis” Jadi, saya itu puas nyasarnya, maksimum problemnya. 

Tapi satu hal, saya tidak pernah punya niatan jahat, tidak punya intensi tersembunyi, watak manipulatif di dalam yang saya lakukan. Nah, justru dari situ juga jadi sering ketipu. Karena tidak punya bayangan kalau orang lain itu bisa kejam, sadis. Karena saya beberapa kali ketipu  menganggap orang lain sama dengan kita, kita yang tidak pernah punya intensi apa, pasti orang lain begitu. Itulah kegoblokan yang luar biasa, itulah hasil dari berpikir positif. 

Pada akhirnya, saya banyak kesandung-sandung, tapi apakah saya menyesali itu semua? Tidak juga. Itu adalah hasil pilihan saya di masa lalu, yang sepahit apa pun itu membawa pelajaran berharga,. Toh, pada akhirnya saya menemukan satu momentum mengerti pencerahan itu seperti apa.  Seingat saya, saya mulai tertarik belajar meditasi sekitar 2003, 2004, dan itu mulai praktik sebisa-bisanya, semau-maunya, karena tidak mengerti. 

Nah, baru di tahun 2018 akhir, setelah 14 tahun berjalan, dengan suka duka yang ekstrem, dengan segala tantangan yang mengantarkan saya ke persimpangan antara hidup dan mati, sampailah saya ke satu momen merasakan bagaimana segala beban ini lepas. Pasti di antara Anda juga ada yang pernah mengalami  momen bagaimana enteng sekali, plong, bahagia yang maksimal, memandang dunia ini dengan cara yang berbeda, kita bisa melihat dunia ini lebih kepada wajah keindahan dan keagungan. 

Kemudian hari, saya mengenal momen ini dengan momen Shanaya, momen pencerahan perdana yang terjadi ketika kita bisa menjernihkan diri dari segala luka batin, jejak dosa, watak angkara, ilusi, lepas segala jeratan dari darkforce. Shanaya artinya saat matahari bersinar pertama kali sama dengan Sang Fajar. Itu terjadi pada tahun 2018 akhir. Sekali lagi, setelah 14 tahun berjuang, dengan suka duka, tertipu ke sana ke mari. Nah, setelah itulah saya baru bisa menemukan kecenderungan naik kesadaran yang konstan.

Jadi, saya memaklumi kalau Anda jatuh bangun karena memang tidak gampang. Tetapi juga jangan kelamaan kalau Anda jatuh dan tidak bertumbuh. Kenapa? Saya dulu sampai ketitik ini memang hanya mengandalkan karma baik saya di kehidupan yang lampau. Saya betul-betul tidak punya pembimbing yang bisa menjelaskan secara sistematis dan akurat tentang pencerahan. Ada satu orang yang dulu mengajari saya, dan saya pernah mengerti dan itu mulai tercerahkan. Tapi, saya baru kenal tiga bulan, dan itu tidak intensif dan meninggal di usia muda. Sisanya adalah guru-guru yang tidak tercerahkan, bahkan sebagian “penjahat spiritual”.

Saya mengalami banyak hal, saya hanya diselamatkan oleh ketulusan saya dan karma baik di kehidupan yang lampau. Nah sekarang Anda itu dibimbing dengan sangat detail, dikasih tahu caranya begini, kendalanya ada dibsini, lubangnya ada di sini. Jadi, kalau sampai Anda tidak pernah beranjak dari situasi yang penuh masalah itu goblok-nya ada di Anda sendiri. Okelah saya memaklumi ke-goblok-an Anda, tapi jangan kelamaan kalau goblok, karena di balik Anda yang goblok, ada Anda yang cerdas, biarlah ia muncul ke permukaan. Goblok-nya ‘kan di kepala, kecerdasan  sejati itu muncul dalam jiwa Anda, biarkan itu muncul ke permukaan dan itu dasarnya laku keheningan. 

 

Wedaran oleh Setyo Hajar Dewantoro
Kajian Bandung, 24 Oktober 2021

Share:
×

Rahayu!

Klik salah satu tim kami dan sampaikan pesan Anda

× Hai, Kami siap membantu Anda