Skip to main content
Setyo Hajar DewantoroSpiritualWedaran

Benarkah Kita Dijajah Belanda?

2 February 2021 Setyo Hajar Dewantoro No Comments

Kalau kita menyelami kebenaran lebih lanjut, kita layak bertanya, “Benarkah kita dijajah Belanda selama 3,5 abad. Jangan-jangan penjajahnya bukan Belanda?!

Jika kita melihat peta politik secara global, pada saat itu ada beberapa simbol kekuasaan. Dan, itu bukan Belanda. Yang punya kekuatan pada saat itu adalah Inggris dan Turki Usmani. Kedua emperium itu berpola sangat ekspansif. Cerita ini akan bersambung saat kita menyelami sosok Sri Kertanegara dan Kubilai Kan yang bertautan dengan leluhur kita.

Salah satu narasi sejarah yang membuat permulaan hoax berkepanjangan adalah saat Sri Kertanegara, Raja Singasari, mengiris telinga Mengki, utusan Kubilai Kan, karena ingin menguasai Nusantara. Berdasarkan cerita tersebut, Kubilai Kan marah kepada Raja Singasari sehingga mengirimkan pasukannya. Sayangnya saat pasukan Kubilai Kan datang, Raja Singasari sudah tumbang oleh Jayakatwang. Pada akhirnya kita harus menyelami kebenarannya karena fitnah ini tidak hanya menimpa pada bangsa sendiri, tetapi bangsa yang lain pula.

Selain Sri Kertanegara yang difitnah, Raden Wijaya pun difitnah. Dinyatakan bahwa setelah berkolaborasi dengan tentara Mongol, beliau membunuh mereka agar bisa berkuasa. Dan, dari sanalah Raden Wijaya mendirikan Kerajaan Majapahit. Jika kita percaya cerita ini, kita percaya bahwa Majapahit didirikan berdasarkan kelicikan. Padahal kebenarannya tidak seperti itu.

Saya meminta para relawan untuk bereksperimen kembali. Terhubung dengan jiwa Kubilai Kan, Raja Mongol, untuk mengetahui realitas kebenarannya.

Bli Vernanda

Kubilai Kan adalah sosok yang penuh semangat mendukung Nusantara. Ada persaudaraan yang kuat antarbangsa.

Mas Wawan

Saya merasa bahwa beliau orang yang bijaksana, penuh kasih. Tidak ada permusuhan.

Teh Norin

Tadi beliau tertawa dengan bijaksana. Dan, beliau mengatakan, “Saya bersahabat dengan Raja Nusantara. Hubungan kami bukan hanya sebagai sahabat, tapi seperti saudara. Apa yang menjadi kebutuhan di Mongol dipenuhi oleh Nusantara. Begitu juga sebaliknya. Jadi, bukan berupa  perdagangan, tapi seperti saudara. Kami saling memenuhi satu sama lain.

 

Anda amati apa yang disampaikan oleh Bli Vernanda, Mas Wawan, dan Teh Norin. Bandingkan dengan cerita-cerita sejarah yang sering kita dengar. Kenyataan yang diungkapkan Rasa Sejati berbeda jauh dengan cerita sejarah yang dituliskan dalam buku-buku sejarah.

Bagaimana mereka yang saling bersaudara dianggap bermusuhan dan bagaimana jiwa-jiwa agung yang punya kasih murni dianggap haus darah?

Ini adalah bentuk-bentuk dari penyimpangan kebenaran. Inilah yang harus dibongkar agar di masa depan para generasi penerus tidak terus menerus dijebak oleh ilusi tentang leluhurnya sendiri atau tentang bangsa lain yang tidak sesuai dengan kenyataan.

Karma buruk secara kolektif tidak hanya muncul dari tindakan buruk, seperti mencuri. Ketika kita punya ilusi bersama, itu pun menciptakan karma buruk secara kolektif. Ketika kita menganggap orang tercerahkan berjiwa hina, ini pun sudah merupakan karma buruk.

Yang menjadikan pengungkapan kebenaran ini tidak mudah adalah pendekatan yang digunakan. Kita ungkap ini semua menggunakan pendekatan spiritual, bukan pendekatan akademik. Kita tidak membaca manuskrip. Juga tidak meneliti prasasti-prasasti yang ada. Jika menggunakan pendekatan akademik, maka simpulannya sama. Ini pun sebenarnya pendekatan politik. Misalnya, saat saya mau memastikan cerita yang dipercayai kebenarannya adalah X, maka bukti-bukti yang diadakan adalah yang menopang hipotesis tersebut. Sementara bukti-bukti yang sesungguhnya harus dihancurkan. Kalau Anda mencari manuskrip yang kita bicarakan isinya seperti tadi, Anda tidak aka menemukannya. Jika pun ada, pasti disembunyikan. Saat ini diungkap, cerita kebohongan ini akan terungkap pula.

Meskipun kita menggunakan pendekatan spiritual, kebenarannya bisa dipastikan valid. Kita harus memastikan, siapa pun yang mengungkap kebenaran dengan Rasa Sejati mempunyai kemurnian jiwa. Tidak ada tendensi apa pun, hening total ketika bekerja. Lalu, kita melakukannya dengan tidak sendirian. Kita harus melakukan validasi untuk saling memverifikasi kebenarannya sehingga bukan menjadi khayalan diri sendiri, melainkan menjadi penemuan bersama.

Ada narasi besar yang membuat kita kehilangan kebanggaan pada kebudayaan diri kita sendiri. Kita tidak mengenali diri bahwa bangsa kita punya kiprah yang luhur. Inilah yang membuat apa yang diusung Bung Karno susah dilaksanakan, yakni menjadi bangsa yang berbudaya sesuai jati dirinya. Bahan baku yang berupa sejarah sudah dihancurkan. Ini akan menjadi kerja yang panjang ke depan, namun bukan satu-satunya. Masih banyak pekerjaan besar lainnya menanti.

Lalu, siapa yang ada di balik penipuan-penipuan sejarah ini?

Secara spiritual aktornya tidak berbeda dengan yang membuat isu virus dan vaksin. Saya sangat konsisten dan tegas dalam hal ini karena saya bisa menjangkau jauh kebenarannya untuk mengerti realitas yang sesungguhnya. Ini semacam final battle atau pertarungan terakhir menuju era baru. Inilah yang menentukan apakah kita terus ada di fase-fase kegelapan atau kita akan memasuki era baru yang penuh kecemerlangan.

Anda yang belajar bersama saya adalah Anda yang dipilih Semesta untuk menjadi sebuah kelompok yang merintis perubahan dengan nyata. Pesan saya, segera selesaikan diri Anda yang membuat jiwa agung Anda tidak muncul ke permukaan. Segera bereskan segala sisi gelap Anda supaya Anda bisa benar-benar berjuang untuk bangsa ini dan untuk umat manusia sejarah lainnya.

 

Workshop Mahadaya TantraYoga
Wedaran oleh Setyo Hajar Dewantoro
Blitar, 16 Januari 2021

Share:

Reaksi Anda:

Loading spinner
×

Rahayu!

Klik salah satu tim kami dan sampaikan pesan Anda

× Hai, Kami siap membantu Anda