Skip to main content
Spiritual

Cara Mencapai Tataran Ke-buddhaan

19 April 2021 Setyo Hajar Dewantoro No Comments
Kebuddhaan

Jika Anda berkesempatan bertemu dengan arca atau patung Buddha, Anda akan menemukan berbagai model. Ada patung Buddha dengan rambut yang berpilin-pilin rapi. Ini menunjukkan bahwa buah pikirannya tertata rapi, tidak ruwet, dan mencerminkan kesadaran murni yang indah dan agung. Ada juga patung Buddha yang sengaja dibuat tanpa kepala. Ini merupakan simbolisasi tataran “Headless Buddha“. Maksudnya orang tercerahkan yang sudah melampaui ke-aku-annya, egonya sudah dipenggal, hanya setia total kepada Sang Sumber. Inilah jalan yang kita tuju bersama.

Adanya para Buddha bukan untuk disembah atau dipuja-puja, tapi untuk diikuti jalannya agar semua manusia bisa mencapai tataran Kebudhaan. Pesan pentingnya kita harus mempelajari jalan hidup mereka sehingga kita pun bisa mentransformasi diri kita menjadi Buddha. Kita menyelami ajaran ini bukan untuk mengafiliasi dengan organisasi religi tertentu. Kita belajar ajaran kebuddhaan agar kita menemukan petunjuk jalan keselamatan atau pencerahan.

Berdasarkan struktur pencerahan 31 dimensi, jika Anda sudah bisa menjernihkan jiwa di berbagai level, baik pada pikiran sadar, pikiran bawah sadar, maupun pikiran tak sadar, Anda mencapai dimensi 21. Anda layak mempunyai gelar Buddha. Jika Anda terus bertumbuh, semakin murni, dan merealisasikan benih ketuhanan, maka Anda ada di dimensi 30. Anda bergelar Adi Buddha. Dan, saat Anda terus bertumbuh hingga luruh–lebur dalam kekosongan absolut (bahasa tasawuf: fana’), Anda mencapai gelar Adi Parama Buddha, setara dengan dimensi 31. Inilah tataran-tataran yang bisa dicapai manusia.

Siapakah Sang Hyang Adi Budha dan Sang Hyang Adi Parama Buddha?

Di Semesta ini ada sosok yang memakai gelar tersebut. Sang Hyang Adi Buddha adalah jiwa agung, bukan Tuhan. Sosoknya sepadan dengan malaikat atau mahadewa-mahadewi. Inilah sosok yang berinkarnasi menjadi manusia berulang kali. Sementara Sang Hyang Adi Parama Buddha adalah sosok yang belum pernah berinkarnasi. Seyogyanya kita mengerti bahwa masing-masing diri mempunyai benih kebuddhaan. Mereka ada untuk memberi inspirasi dan menunjukkan jalan terang agar benih kebuddhaan tumbuh sempurna hingga mencapai tataran keadibuddhaan.

Anda harus berani memvalidasi kebenaran tentang tokoh Buddha yang Anda ikuti. Jangan asal percaya. Silakan tanyakan di dalam keheningan. Inilah tindak spiritual yang tidak mudah, terutama bagi yang sudah berafiliasi dengan institusi tertentu. Inilah tantangan yang harus dilampaui. Kita harus berani melampaui semua dogma hingga menemukan kebenaran yang sejati. Jika Anda berani dan setia total kepada Diri Sejati, maka kebenaran akan diungkapkan.

Selama ini saya mengungkapkan segala sesuatunya tidak sama dengan dogma berbagai agama resmi di Indonesia. Saya tidak menggunakan kepercayaan tertentu. Yang saya temukan dan ungkapkan adalah hasil dari keheningan saya. Begitu pun Anda. Anda harus memberi ruang pada diri Anda sendiri untuk membuktikan semua yang Anda dapatkan dengan pengalaman otentik. Misalnya, saya ungkapkan bahwa Sang Hyang Adi Buddha adalah inkarnasi dari Lao Tzu dan Buddha Amitaba, maka buktikan kebenarannya.

Silakan hening dan bertanyalah pada Diri Sejati, “Gusti, tolong tunjukkan kebenaran atas informasi yang disampaikan oleh Guru Setyo Hajar Dewantoro.”

Jika perlu niatkan untuk terhubung dengan tokoh Buddha yang dimaksudkan. Di sana Anda akan memperoleh informasi yang lebih jelas. Saat Anda mengalami semuanya artinya Anda tidak asal percaya. Anda membuktikan kebenaran dari sebuah realitas yang ada di jagat raya.

Bagaimana cara untuk mencapai kebudhaan?

Untuk mencapai tataran kebuddhaan, keadibuddhaan, bahkan keadiparamabuddhaan, langkah awal yang harus ditempuh adalah meditasi rileksasi. Meditasi dalam konteks menikmati momen saat ini dan di sini. Namun, saat meditasi Anda sebatas rileksasi, Anda tidak akan mengalami transformasi. Anda hanya sebatas nikmat dan tenang pada momen tersebut. Seolah-olah Anda menjadi berbeda antara kehidupan nyata dengan saat bermeditasi. Banyak orang yang merasa tenang saat bermeditasi, tapi tidak mengalami hasil yang nyata dalam kesehariannya.

Untuk mentransformasi jiwa, rileksasi adalah gerbang yang harus kita masuki lebih dalam.

Dalam rileksasi, Anda akan menemukan momentum bertemu dengan Diri Sejati hingga jiwa raga Anda dimurnikan–ditransformasikan. Begitu Anda mencapai tataran tersebut, bersiaplah hidup Anda diaduk-aduk. Kondisi tersebut diibaratkan ada air yang mengalir, keluar dari relung jiwa Anda. Jika Anda banyak mengendapkan masalah, maka endapan masalah itu dibawa keluar. Anda diajak untuk mengenali masalah-masalah psikologis Anda. Anda diajak untuk membersihkan endapan masalah tersebut. Maka, tidak heran jika mereka yang mentransformasi jiwa-raga akan merasa sakit dan pedih saat ada dalam proses tersebut. Tanpa keterhubungan dengan Diri Sejati, sisi gelap Anda tidak akan bisa diselaraskan karena sejatinya yang punya kuasa untuk penyelarasan adalah Sang Diri Sejati.

Proses transformasi akan sangat merepotkan bagi aliran yang membantah adanya Diri Sejati dan Tuhan. Jika kita melakukan meditasi tanpa adanya kesadaran murni tersebut, maka yang kita dapatkan hanyalah rileksasi. Kebaikan yang dijalankan hanya sekadar konsep kebaikan dalam pikiran, setia pada pikirannya sendiri. Orang-orang aliran ini tidak akan mencapai tataran pencerahan, paling tinggi ada di tataran orang baik. Hanya berakrobat pikiran, tidak akan tercerahkan. Pencerahan tidak akan terjadi tanpa keterhubungan dengan Diri Sejati.

Apapun label tradisi spiritual semua bisa tercerahkan!

Kita temukan model-model laku yang memastikan pencerahan secara nyata, bertahap, dan berkesinambungan yang mengantarkan kita pada tataran pencerahan tertinggi. Label apa pun yang digunakan silakan. Saya sudah mengajarkan banyak label, seperti Suwung, Sastrajendra, Tantra, Kesadaran Kristus, Adi Buddha, dan lainnya. Ini dimaksudkan agar Anda mengerti berbagai tradisi spiritual sekaligus menemukan esensi yang sama di dalamnya. Intinya Anda bisa mendapatkan pencerahan, apa pun labelnya. Pada akhirnya, Buddha sejati sama dengan Tantrik sejati/Kristus/Insan Kamil. Pokoknya, jangan melekat pada label. Jangan terikat oleh sebuah institusi. Jangan dikurungi oleh satu kotak. Jangan dipisah oleh sekat apa pun. Itulah intisari dari ajaran spiritual.

Workshop Mahadaya ‘Menyingkap Rahasia Ajaran Adi Buddha’
Wedaran oleh Setyo Hajar Dewantoro
Jakarta, 28 Februari 2021

Share:

Reaksi Anda:

Loading spinner
×

Rahayu!

Klik salah satu tim kami dan sampaikan pesan Anda

× Hai, Kami siap membantu Anda