Skip to main content
Adi BuddhaSetyo Hajar DewantoroSpiritual

Diri Sendiri sebagai Penentu Pencerahan

16 March 2021 Setyo Hajar Dewantoro No Comments

Jika kita merenungkan kehidupan manusia dengan sungguh-sungguh, kita akan menemukan fakta bahwa manusia pada umumnya terjebak dalam roda penderitaan. Pada momen tertentu, mereka bisa merasakan kesenangan sesaat, namun ketika tiba masanya, kesenangan itu akan berganti dengan duka. Banyak orang yang belum mengetahui cara merasakan kebahagiaan yang memancar dari relung jiwa. Pada akhirnya mereka bergantung pada pemicu kebahagiaan yang datang dari luar dirinya.

Ajaran spiritual dengan label apa pun diarahkan untuk membantu dan membimbing manusia agar bebas dari jeratan siklus penderitaan. Ajaran keadibuddhaan merupakan ajaran untuk memandu manusia agar melampaui roda samsara.

Mereka yang belum termurnikan jiwanya, maka samsara sebuah keniscayaan. Jika Anda tidak terbiasa dalam keheningan, pikiran Anda liar–terjebak pada masa lalu atau melayang ke masa depan–Anda akan menjadi sakit hati sendiri dan takut sendiri. Itulah roda samsara. Karena ketidakheningan, Anda cenderung mengedepankan ego. Orang yang terjebak dalam keangkaramurkaannya akan mengalami penderitaan karena melawan suara terdalam dari hatinya. Saat keangkaramurkaan itu terrealisasi dalam pikiran, perkataan, dan tindakan, maka Anda akan menciptakan jejak karma buruk atau dosa yang terekam dalam tubuh halus, tepatnya di tubuh karma.

Misalnya, Anda punya pikiran yang penuh prasangka dan keliru. Walaupun Anda sekadar berpikir, hal itu tetap terkait dengan hukum kosmik. Pikiran penuh prasangka dan keliru itu akan terterakan jejaknya di tubuh karma. Apalagi saat sudah termanifestasikan dalam bentuk perkataan yang tidak didasari oleh kasih hingga menyakiti dan merugikan orang lain, pasti akan terekam dalam tubuh karma. Pada tindakan yang tidak mengikuti tuntunan Diri Sejati pun akan menjadi jejak dosa yang mengeruhkan tubuh karma. Ketika tubuh ada dalam kekeruhannya, maka Anda akan mencipta medan energi yang tidak selaras sehingga menarik pemicu penderitaan atau musibah. Ini merupakan realitas yang tidak bisa disangkal.

Orang yang tidak dilatih dalam keheningan akan terbiasa membuat dirinya keruh hingga menanggung buah karmanya sendiri. Tanpa adanya loncatan kesadaran, maka seseorang tidak akan lepas dari roda samsara. Jika tiba masa kematiannya–tubuh fisik tidak kuat digunakan di bumi dan jiwa lepas dari tubuh–sementara jiwanya masih keruh, maka ia terpaksa terlahir kembali. Karena dia masih punya luka batin, jejak dosa, ilusi, dan bentuk kekeruhan lainnya, secara hukum kosmik dia harus kembali bersekolah di bumi untuk ngunduh wohing pakarti. Dia turun ke bumi bukan sebagai volunteer atau sukarelawan yang berbagi tentang kasih, melainkan karena dipaksa oleh sistem kosmik. Inilah roda samsara hingga lintas kehidupan.

Apakah Anda akan membiarkan diri Anda selalu ada dalam roda samsara ini?

Jika Anda ingin melampaui roda samsara ini, silakan Anda meniti jalan Adi Buddha atau pencerahan. Anda dicerahkan, baik pikiran, perasaan, tubuh karma, maupun segala bentuk kekeruhan lainnya. Jika berhasil, segala aspek dalam diri Anda akan terang benderang atau tercerahkan. Mereka yang tercerahkan relatif paripurna disebut Buddha. Mereka yang tercerahkan pada tataran yang lebih tinggi disebut Adi Buddha. Dan, mereka yang tercerahkan pada tataran yang lebih tinggi lagi disebut Adi Parama Buddha.

Semua kembali kepada diri Anda sendiri yang menentukan pencerahan sehingga keluar dari roda samsara. Itu bagian dari freewill Anda. Tidak ada kebenaran pada orang yang berkata, “Semua sudah diatur oleh Tuhan. Bahkan, soal pencerahan. Tuhan yang menentukan. Terima saja.”

Pemikiran tersebut muncul dari prasangka. Prasangka yang dipegang teguh itu menciptakan ilusi. Sama halnya dengan ilusi yang menganggap bahwa manusia adalah wayang Tuhan sehingga bisa dijalankan sesuka-sukanya Sang Dalang. Itu sama sekali tidak benar.

Faktanya setiap diri adalah manifestasi dari Tuhan dan setiap diri ada esensi ketuhanan. Setiap jiwa punya kehendak bebas. Dengan kehendak bebas tersebut, Anda bisa leluasa untuk menentukan langkah dengan batasan kapasitas yang Anda ciptakan berdasarkan perjalanan di masa lalu. Tentunya dalam koridor hukum kosmik, seperti hukum sebab-akibat. Jika Anda memilih tekun dalam keheningan, maka peluang Anda untuk tercerahkan semakin besar. Dan, diri sendirilah penentu pencerahan.

Dalam proses mencapai pencerahan, kehadiran guru spiritual atau mereka yang lebih dulu berhasil mengalami pencerahan sangat dibutuhkan dengan tujuan,

  1. Untuk memandu jalan Anda,
  2. Untuk mendukung secara energi agar Anda lebih mudah melampaui semua tantangan yang ada, dan
  3. Untuk meringkas waktu Anda.

Analoginya pemandu gunung bagi para pendaki gunung. Saat mendaki gunung, tentu Anda akan dimudahkan dengan adanya pemandu. Meski begitu, Anda tetap harus berusaha untuk mencapai puncak gunung. Jika Anda mengerti tentang hal ini, maka Anda harus mampu menangkap sinyal dari diri Anda tentang kelayakan seorang pembimbing spiritual Anda.

Sungguh beruntung, siapa pun yang berjatah secara nyata terhubung-belajar-terbimbing oleh mereka yang ada di fase yang lebih maju daripada dirinya sendiri. Dan, keberuntungan semakin memuncak saat seseorang bertemu dengan orang yang tercerahkan. Maka, Anda yang berniat keluar dari roda samsara, jalannya sudah jelas dan terbuka lebar. Di dalam keheningan dan keterhubungan, segala jejak kekeruhan dalam diri pasti bisa dijernihkan. Tanpa proses penjernihan, tidak akan terjadi pencerahan.

Jangan terjebak pada pencerahan parsial. Dalam konteks pencapaian spiritual, arti pencerahan ini sangat berbeda. Contoh pencerahan parsial adalah saat Anda berjalan, tiba-tiba Anda melihat seorang pemulung di jalan. Dia duduk bersandar di pinggir jalan. Lalu, dia menikmati semilir angin hingga membuatnya tertidur. Dari peristiwa tersebut, Anda mendapat pengertian bahwa untuk mendapatkan kenikmatan ternyata tidak membutuhkan banyak uang. Jika momennya tepat, semua bisa menikmati dalam keadaan apa pun. Hal seperti itu hanyalah pencerahan parsial atau pengetahuan yang memenuhi pikiran. Dan, jika kita berbicara hal ini, maka kita memang bisa belajar dari siapa pun. Misalnya, pada pemulung, maling, bahkan pada seekor bekicot.

Bagaimana cara mencapai tataran keadibuddhaan?

Tentu untuk mencapai tataran keadibuddhaan, Anda akan dimudahkan jika Anda bertemu dengan orang yang sudah mengetahui metode atau cara mencapai tataran tersebut. Mereka yang menyangkal adanya guru spiritual dengan pikiran bahwa belajar bisa kepada siapa saja, sebenarnya hanya mengalami pencerahan yang parsial, bukan pencerahan yang sejati.

Kajian Mahadaya ‘Menyingkap Rahasia Ajaran Adi Buddha’
Wedaran oleh Setyo Hajar Dewantoro
Jakarta, 27 Februari 2021

Share:

Reaksi Anda:

Loading spinner
×

Rahayu!

Klik salah satu tim kami dan sampaikan pesan Anda

× Hai, Kami siap membantu Anda