Skip to main content
Christ ConsciousnessKesadaran KristusSetyo Hajar DewantoroSpiritual

Doa dalam Mengatasi Masalah

19 February 2021 Setyo Hajar Dewantoro No Comments

Bagaimana kebenaran orang yang mengalami masalah mental-health?

Masalah mental itu bisa muncul pada seseorang yang secara fisik sistem sarafnya bermasalah. Manifestasinya disebut sebagai gejala bipolar. Namun, ini bisa muncul pada mereka yang secara fisik sistem sarafnya tidak bermasalah. Mereka tidak sanggup mengelola gejolak pikirannya sendiri.

Masalah mental ini bisa terjadi dengan banyak latar. Di antaranya,
(1) bawaan dari kehidupan lampau,
(2) hasil peristiwa traumatis ketika masa kecil atau remaja,
(3) gangguan metafisik, atau
(4) akibat diri sendiri yang dirusak melalui berbagai macam zat psikotropika.

Namun, apa pun jenis latarnya, berita gembiranya semua bisa kembali pulih jika bersedia didandani.

Secara sederhana, ada tubuh fisik, jiwa, dan Sang Roh Kudus atau Diri Sejati. Posisi jiwa kita ada di tengah, yang punya otoritas untuk mengambil keputusan. Diri Sejati atau Roh Kudus atau realitas Ilahi dalam diri adalah sumber dari segala kesembuhan. Badan yang memiliki kerusakan, lalu memilih konsisten di dalam keheningan dan terhubung kepada Roh Kudus, secara natural akan selalu ada kuasa dan kasih murni dari relung jiwa yang menyebar ke seluruh bagian tubuh, menjangkau semua sistem saraf. Banyak orang yang konsisten menyelami keheningan mengalami jiwa dimurnikan, pikiran diselaraskan, dan emosi ditata. Pada akhirnya secara saraf dan fisk bisa dibereskan.

Apa pun latar Anda, jangan dijadikan alasan untuk tidak bisa bertumbuh dan berkembang. Saya bersyukur diberi kesempatan untuk bisa membantu semua karena masalah-masalah mental. Tapi, memang ada yang secara fisik tidak mengalami gangguan, tapi ada korelasi dengan gangguan metafisika. Tetapi, semua bisa diatasi. Asal jangan mau instan. Sekali atau dua kali bermeditasi tidak bisa langsung sembuh. Ini bisa terjadi bertahun-tahun. Di sini butuh perjuangan dan konsistensi.

Mengapa dibahasakan doa dalam bermeditasi?

Di dalam meditasi bukan berarti tidak ada doa. Di dalam diri kita memang ada benih keilahian. Namun, kita bukan Tuhan. Secara faktual, antara kita dan Tuhan itu menyatu, tetapi berbeda dan berjarak. Dalam kesadaran, kita berbeda dengan Tuhan sehingga kita bisa berdoa. Kita menyadari keterbatasan diri dan manyadari kemahakuasaan Ilahi. Yang terbatas ini berbicara atau berdoa. Istilah lainnya, curhat.

Tapi, pada satu momen ketika kita semakin tenggelam di dalam keheningan. Doa tidak lagi terucap. Di dalam kesadaran keheningan itu, yang ada hanyalah keheningan itu sendiri. Kita tidak lagi berdoa, tetapi menyabda. Menyabda terjadi ketika kita sudah klik betul dengan Roh Kudus sehingga yang muncul adalah suara dari Roh Kudus.

Doa berarti kita dengan segala kerendahan hati mengakui keterbatasan kita, mengakui jejak karma buruk, dan kepada siapa lagi kita memohon pertolongan jika tidak kepada Tuhan.

Bolehkah kita berdoa? Tentu boleh. Asal jangan berdoa secara egoistik. Mintalah hal-hal yang esensial. Misalnya, “Tuhan yang Maha Pengasih, dengan kuasa dan kasihMu, biarlah aku selalu ditunjukkan di jalan kebenaran.”

Berdoa menjadi tidak tepat jika Anda berucap, “Tuhan, tolong lancarkanlah pembayaran SPP anak saya, bisnis saya berkembang…”

Kebanyakan orang menempatkan Tuhan sebagai objek keinginan egoistiknya, tidak ada penghormatan akan keagunganNya.

Kajian Mahadaya ‘The Christ Consciousness’
Wedaran oleh Setyo Hajar Dewantoro
Surabaya, 11 Februari 2021

Share:

Reaksi Anda:

Loading spinner
×

Rahayu!

Klik salah satu tim kami dan sampaikan pesan Anda

× Hai, Kami siap membantu Anda