Skip to main content
Setyo Hajar DewantoroSpiritualWedaran

Hubungan Shadows and Dark Forces

21 December 2020 Setyo Hajar Dewantoro No Comments

Pembelajaran spiritual atau laku meditasi bukanlah tentang menambah konsep baru dalam pikiran kita. Ini bukan memindahkan pengetahuan dalam kepala saya ke kepala Anda. Ini bukan memindah apa yang ada di buku tertentu, masuk ke dalam kepala Anda sehingga Anda pintar berbicara. Belajar spiritual bukan menjadikan Anda sok bijaksana dengan kalimat-kalimat yang membingungkan.

Belajar spiritual adalah tentang bagaimana mengubah jiwa Anda yang semula keruh menjadi jernih. Belajar spiritual adalah tentang transformasi jiwa yang membuat benih keilahian Anda tumbuh sehingga menjadi jiwa Ilahi.

Proses menjernihkan diri itu bukanlah hal yang gampang, tetapi mestinya semua bisa. Hanya butuh kolaborasi di antara kita dan keterbukaan dari Anda. Segala hal yang membuat jiwa tidak murni kita menyebutnya sebagai sisi gelap. Dalam psikologis disebut “The Shadows atau Bayangan di Dalam Diri”. Ini adalah sesuatu yang ada dalam diri Anda, buah dari pikiran Anda, yang muncul dari cara Anda mengelola pikiran dan diri Anda sendiri.

Prinsip dasarnya kita hidup dalam ikatan hukum Semesta. Salah satunya “Law of Attraction“, kita menarik apa pun yang kita pancarkan keluar. Apa yang kita tarik ke dalam tubuh ini sesuai dengan vibrasi yang terproyeksikan keluar. Jika Anda banyak memancarkan getaran dari sisi gelap, maka Anda akan menarik makhluk yang karakternya serupa. Jangan heran jika ada yang mudah tersusupi oleh dark forces hingga level kesadarannya anjlok. Kita tidak bisa menyalahkan dark forces. Mereka akan menyerang terus menerus, bekerja sesuai dengan freewill mereka berdasarkan angkara murka. Sadari betul, jika ada dark forces yang masuk, itu adalah tanggung jawab Anda sendiri.

Ada ilusi yang berkembang di masyarakat, yakni dark forces itu tidak ada. Orang yang banyak berakrobat pikiran dengan label spiritual cenderung menyatakan bahwa dark forces itu tidak ada, yang ada hanya sisi gelap kita sendiri. Padahal keduanya nyata ada. Sisi gelap adalah kegelapan yang ada di dalam diri kita. Dark forces adalah makhluk-makhluk kegelapan yang ada di luar diri kita. Kegelapan dalam diri kita menarik kegelapan yang ada di luar untuk masuk ke dalam diri sehingga memperkuat yang sudah gelap menjadi semakin gelap. Saat ada dark forces yang masuk dalam diri kita inilah yang disebut “kesambet”.

Untuk melindungi diri kita, kita perlu bertanggung jawab membereskan sisi gelap dalam diri. Mari kita urai satu per satu, apa yang membuat diri kita jadi sering kesambet.

1. Sombong dan Kompetitif
Kita berprasangka bahwa kita adalah orang yang spesial dan hebat, orang lain tidak ada yang spesial dan hebat. Sikap dasarnya adalah berprasangka. Kesombongan ini muncul karena tidak tenggelam di dalam keheningan. Kesombongan muncul dari pikiran yang banyak mengkhayal dan menilai berdasarkan prasangkanya.

Kita semua yang ada di sini, bertanya di dalam keheningan. Apakah kesombongan ini ada di dalam diri? Apakah masih ada jejaknya? Jika sudah pernah dibereskan, apakah sudah tuntas? Setitik kesombongan bisa merusak yang lain. Pastikan yang ada dalam diri hanyalah kerendahan hati.

Salah satu cara agar tidak sombong lagi, berani meminta umpan balik dari teman-teman sekeliling Anda. Jika Anda meminta umpan balik dari saya, Anda tidak gengsi. Jika Anda berat meminta umpan balik dari teman sendiri, berarti Anda masih sombong.

Kenapa berat?
Anda tidak mungkin berkompetisi dengan saya. Biasanya Anda tidak mau kalah saing dengan teman Anda sendiri. Ini natural, tetapi ini termasuk ke dalam sisi gelap. Ini disebut kompetitif, ingin menang–ingin mengalahkan. Salah satu manifestasinya adalah sombong. Agar tidak ketahuan jika diri ini lebih rendah dari orang lain, maka tidak mau membuka diri untuk mendapatkan umpan balik dari teman sendiri.

2. Iri Hati
Melihat orang lain mendapatkan anugerah tertentu, Anda menjadi panas dan pedih. Akar iri hati adalah kita tidak menghargai diri sendiri. Kita silau pada apa yang kita prasangkakan itu kehebatan orang lain. Kita tidak menghargai bahwa kita juga mempunyai kemuliaan tersendiri.

Jika Anda tidak mau sifat iri hati ini, sederhana, bersyukurlah, berterima kasihlah atas anugerah yang Anda terima. Setiap orang punya keagungannya masing-masing. Tidak usah tengok kanan-kiri yang tidak konstruktif. Hargai diri Anda sendiri. Berterima kasihlah. Anda sadar bahwa setiap orang punya kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Jangan silau oleh kelebihan orang lain dan jangan jadi jumawa oleh kekurangan orang lain.

Secara rasional ini harus dimengerti, lalu kita bereskan secara keheningan. Kita menggunakan kekuatan kasih murni untuk membereskan ini semua. Ini tidak akan beres jika Anda tidak mengakuinya. Ini adalah rumah Anda. Hati Anda adalah rumah Anda. Jika Anda tidak mengakui sisi gelap Anda, maka “Ohm” saya akan mental.

3. Tidak Tulus
Anda melangkah selalu punya hidden agenda. Anda menjalankan sesuatu karena ada motif egoistik bahwa saya punya keuntungan atau tidak. Tidak betul-betul spontan hanya karena itulah kebajikan yang membahagiakan Anda. Selalu ada niatan tersembunyi. Tujuan apa yang utama, tapi ternyata sebetulnya punya tujuan lain. Ini yang paling jadi masalah.

Tolong mengakui sifat ini kepada diri sendiri. Tanpa Anda mengakui Anda tidak tulus, ini akan susah dibereskan. Silakan berkaca. Jika cara ngaca tidak mempan, bertanyalah kepada mereka yang selalu berkata jujur dan apa adanya, “mulut sadis”.

Mari kita semua saling mendukung. Kita membereskan ini semua dengan kerendahan hati.

4. Kemelekatan
Kita takut kehilangan, takut berubahnya situasi dan kondisi karena kita melakukan sesuatu sesuai tuntunan Tuhan. Kita takut kehilangan zona nyaman.

5. Ambisius dan Obsesif
Saat Anda bersekolah ini menjadi satu paket. Di dalam laku spiritual ini justru jadi masalah. Jika Anda berambisi, “Saya harus tercerahkan.”

Sebetulnya itu jalan Anda untuk tidak tercerahkan sama sekali. Dalam laku spiritual, kuncinya adalah tekun, tapi tidak ambisius. Tekun itu sepanjang waktu kita hening dan rileks. Tidak ada pemaksaan, saya harus begini–begitu. Yang ada hanya kepasrahan total, melakukan yang terbaik–tidak melekat pada hasil. Apa pun yang terjadi, ya sudah, terima, itu hukum alam.

6. Banyak Melamun
Banyak melamun adalah sisi gelap. Tidak tahu faktanya apa, langsung membuat simpulan-simpulan.

7. Penuh Prasangka
Prasangka jika dipercayai akan menjadi ilusi. Jika pikiran tebal dengan ilusi, maka akan gelap. Kebenaran tidak akan bisa tercapai.

8. Egois
Egois adalah, “Pokoknya harus aku yang dapat untung paling besar.”

9. Licik dan Manipulatif
Demi keuntungan pribadi, kita bermanuver dengan segala cara, menghalalkan semua cara, memanipulasi orang lain. Dianya rugi, kitanya untung.

Ini semua yang akan menarik dark forces. Satu saja sisi gelap akan mengundang dark forces. Ini akan menimbulkan yang lain-lain. Bayangkan jika sisi gelap Anda banyak dan tidak dibereskan. Anda belajar spiritual apa pun, tidak akan ke mana-mana, jiwa Anda akan semakin gelap.

Dark forces adalah makhluk yang nyata adanya. Perbedaannya adalah keadaan tubuh yang membungkus jiwa, dimensinya yang berbeda. Macam-macamnya ada banyak. Produk lokal dalam negeri, ada Siluman, Genderuwo, Banaspati, Leak. Yang impor ada Jin, Iblis, Dementor, Dark Alien (Octopus, Reptilian), dan Dark Wizard.

Jika Anda tidak membereskan sisi gelap, maka semakin banyak kuasa kegelapan yang Anda tarik secara vibrasi. Jika Anda tuntas membereskan semua sisi gelap, Anda menjadi jiwa yang murni, Anda punya kasih yang murni. Anda pun menarik yang jiwanya selaras. Anda bisa menarik Angel, Immortal (makhluk yang hidup seperti kita dengan umur ratusan bahkan ribuan tahun), God and Goddess, Light Alien, Ancient Avatar, dan Light Wizard. Ini hanya muncul jika kita sudah membereskan sisi gelap. Silakan dipilih. Anda mau terkoneksi yang mana.

Kata pasrah cenderung kita gunakan untuk menghindari kenyataan. Kita harus punya intensi untuk memiliki jiwa yang murni dan selaras. Dengan intensi, kita punya penerimaan ketika ada umpan balik yang membuat kita mengerti ada masalah dalam diri kita. Kita punya intensi agar itu bisa terselesaikan. Setelah berjuang, baru pasrah.

Apa bedanya pasrah dengan putus asa?
Pasrah berbeda dengan putus asa. Pasrah itu dalam sebuah situasi kita lakukan yang terbaik yang kita bisa. Sembari kita sadar bahwa sebetulnya kita hanya wahana agar kekuatan Ilahi bekerja dalam diri kita. Apa pun hasilnya, sumoggo, silakan. Semuanya terikat dengan hukum alam. Yang terjadi tidak mesti seperti apa yang kita pikirkan. Di sini ada upaya serius, yakni pasrah. Jika putus asa begini, “Sudahlah, nggak mungkin.”

Agar kita bisa melampaui sisi gelap, Anda tetap harus punya intensi. Ini adalah bagian dari freewill Anda. Anda bisa memilih untuk membiarkan sisi gelap Anda atau Anda memilih untuk diselaraskan dengan kuasa Ilahi. Setelah punya intensi ini, Anda harus berjuang menghadapi kesulitan ketika membereskannya. Ini nggak gampang. Membereskan satu sisi gelap saja, bisa jungkir-balik, pedih.

Apakah keberhasilan kita membereskan sisi gelap, otomatis dark forces yang tertarik oleh sisi gelap kita akan hilang atau ada proses tersendiri lagi?

Nanti jika ada dark forces yang tertarik dengan kita, bukan tertarik karena sisi gelap kita. Justru tertarik karena kita terang. Mereka gemes. Ini lain cerita. Jika kita tidak memiliki sisi gelap, kita relatif bisa menghindari dampak destruktif serangan dari dark forces. Selama kita hening, kita aman. Jika tertembus hanya pada level fisik saja. Tidak sampai pada tingkat kesadaran kita yang runtuh.

Terkait kompetisi atau pertandingan, bukankah dasarnya adalah sifat kompetitif agar menjadi juara? Apakah ini termasuk sisi gelap? Bagaimana cara melampauinya?

Kita harus menggunakan filosofi komik silat.
Pendekar-pendekar tingkat tinggi ketika bertanding tidak pernah memikirkan untuk mengalahkan orang lain. Mereka hanya menjadi versi terbaik dari diri sendiri, walaupun hanya ada dalam sebuah pertandingan. Ketika Anda berbisnis atau ada dalam ajang intelektual, jika pakai pendekatan umum, Anda harus berkompetisi. Orang yang bermeditasi boleh berkompetisi dengan kesadaran yang berbeda. Misalnya Anda berbisnis, niatkan saja dengan kesadaran murni. Niat itu gampang diprogram. Bisnis itu untuk merealisasikan semua talenta Anda, memunculkan produk yang terbaik, memberi layanan yang terbaik, membuat orang kualitas hidupnya meningkat. Soal market sale di posisi mana tidak perlu dikejar. Yang harus diupayakan adalah menjadi diri yang terbaik. Jadi, tidak ada kompetisi di sana. Untuk menang, Anda tidak perlu menjegal orang lain.

Retret Mahadaya Total Human Empowerment
Wedaran oleh Setyo Hajar Dewantoro
Salatiga, 11-13 Desember 2020

Share:

Reaksi Anda:

Loading spinner
×

Rahayu!

Klik salah satu tim kami dan sampaikan pesan Anda

× Hai, Kami siap membantu Anda