Di dalam tataran ketunggalan atau kesatuan agung, tidak ada omong kosong dan basa basi tentang perbedaan ungkapan kebenaran akibat perbedaan sudut pandang. Tidak ada kenisbian atau relativitas. Tidak ada ungkapan kebenaran sejati yang saling bertolak belakang. Kebenaran parsial memang muncul dari sudut pandang dan pengalaman yang terbatas, seperti yang diungkapkan oleh orang buta yang memegang gajah pada organ yang berbeda-beda. Tetapi mereka yang tercerahkan paripurna melihat gajah secara utuh, menyingkap semua tabir realitas, mengetahui kebenaran di dalam semua aspek dan lapisannya. Maka menjadi sangat jelas, di antara mereka yang tercerahkan paripurna tidak mungkin ada perbedaan pendapat mengenai obyek yang serupa. Perbedaan hanya terjadi pada mereka yang sama-sama belum melihat secara utuh obyek yang hendak diketahui.
Basa-basi tentang kebenaran yang relatif karena perbedaan sudut pandang, jika dipercayai dan dijadikan acuan, niscaya menjadi penghambat sipapaun yang hendak menemukan kebenaran sejati dan mengalami pencerahan paripurna. Lampaui konsep itu, cukup tekun di dalam hening, dan belajarlah melihat segala sesuatunya secara utuh bukan dari sudut pandang yang sempit dan terbatas. Menyatulah bersama kekosongan absolut dan kecerdasan tanpa batas yang ada bersama kekosongan absolut itu, lalu liputilah obyek yang hendak diketahui, dan temukanlah kenyataan sebagaimana adanya secara utuh, maka diketahuilah kebenaran sejati. Itu semua hanya bisa dijalani dan dialami oleh siapapun yang menjadikan keheningan sebagai landasan atau pijakan awal untuk menemukan kebenaran. Mereka yang hanya menggunakan panca indera dan nalarnya nisscaya masuk ke dalam lautan spekulasi, karena memang banyak bagian dari realitas yang tak mungkin dijangkau dan diselami. Hindarilah pola itu, hening dan dayagunakan rasa sejatimu untuk menggenapi panca indera dan otakmu, lalu selamilah kenyataan dan ungkapkan pengetahuan suci yang ditangkap oleh rasa sejati di dalam bahasa kesadaran ragawi.
Jangan terus menerus mengkerdilkan dirimu dengan landasan teori kebenaran yang relatif. Lampaui itu dan masuklah ke dalam samudra kebenaran yang tunggal lewat keheningan. Engkaulah sang tercerahkan saat engkau menyelami samudera kebenaran yang tunggal itu di dalam keheningan lalu mengungkapkan apa yang engkau temui dengan persepsi yang akurat. Persepsi akurat ini pasti terjadi saat jiwamu murni, karena saat itu pengetahuan suci mengalir dari relung hati, dipindahkan oleh rasa sejati ke dalam otakmu. Siapapun yang telah menemukan kebenaran sejati dan setia hidup di dalam kebenaran sejati itu, selayaknya ia bergerak maju menjadi pembawa terang bagi dunia, mengikuti keteladanan dari RA, Sang Matahari Jagad Raya.
Kebenaran sejati atau pengetahuan suci yang disampaikan oleh diri yang tercerahkan paripurna, oleh para pencapai tataran Shalala, adalah panduan bagi keseluruhan manusia untuk meraih kehidupan surgawi di Bumi ini. Itu laksana sinar matahari yang menyirnakan segala kegelapan malam. Di masa tertentu yang menjadi momen perubahan dari jaman kegelapan menuju jaman kegemilangan, di mana Bumi yang semula penuh nestapa pasti bertransformasi menjadi Bumi Surgawi, pasti terlahir Avatar yang menyampaikan kebenaran sejati dan pengetahuan suci. Ia mencapai tataran tertinggi tentu saja dengan proses berliku, bertahap, tapi sekali tataran tertinggi itu dicapai, ia berdiri mantap menjadi penyangga kesadaran secara global dan menjadi pemimpin perubahan yang menggerakkan seluruh Ksatria Cahaya agar bekerja dalam harmoni guna merealisasikan visi Bumi Surgawi. Bersukacitalah siapapun yang hidup sejaman dengan Avatar itu, terlebih jika engkau berkesempatan bertemu dengannya dan berada di dalam bimbingan atau pengasuhannya.
Foto: Merapi Merbabu dilihat dari kawasan Borobudur, oleh Eko Nugroho
Reaksi Anda: