Skip to main content
Setyo Hajar DewantoroSpiritualWedaran

Tantrik Sejati di Tanah Nusantara

29 January 2021 Setyo Hajar Dewantoro No Comments

Tantra adalah salah satu ajaran tua Nusantara. Secara natural, orang-orang biasa tidak digerakkan untuk belajar Tantra. Jika Anda diberi informasi tentang Tantra yang merupakan ritual-ritual spiritual dengan praktik yang brutal, siapa yang akan mau mempelajari hal itu? Orang-orang cenderung tidak mau mempelajarinya. Pada saat yang bersamaan, orang-orang tidak punya rasa keterhubungan dengan leluhur dan pendahulu dari tanah air ini. Mereka sudah terlanjur diblok oleh pikiran yang destruktif.

Saya hendak membawa kesadaran kita semakin luas. Segala narasi yang penuh pembelokan tersebut, itu tidak muncul begitu saja. Jika kita mengerti dinamika perjuangan dari generasi ke generasi, kita akan tahu bahwa narasi-narasi tersebut muncul lewat langkah yang sistematis dari mereka yang memiliki keangkaramurkaan dalam dirinya dan ini ada di sepanjang zaman. Narasi-narasi tentang Tantra yang brutal ditulis dengan sengaja dan penuh kesadaran dengan tujuan tertentu sehingga membuat kita lupa bahwa ajaran Tantra itu sebenarnya luhur dan agung.

Kita tidak punya hormat kepada para leluhur kita di masa lalu yang sebenarnya jiwa-jiwa mereka telah tercerahkan. Saat Anda membaca buku sejarah Nusantara Kuna umum yang dikaitkan dengan praktik Tantra, Anda akan menemukan narasi tentang Raja Singasari, Sri Kertanegara. Di sana tertulis, Sang Raja diserbu oleh Jayakatwang ketika sedang melakukan pesta seks dan minuman keras. Dan, Sang Raja meninggal dalam tragedi tersebut. Ini adalah kesalahan besar. Jika kita bisa betul-betul menyelami realitas jiwa, kita akan tahu bahwa sosok Sri Kertanegara adalah sosok jiwa yang agung.

Beberapa orang akan mempraktikkan metode ilmiah di dalam spiritualitas. Yakni, ada opini yang muncul tidak hanya dari satu orang, tetapi ada beberapa orang yang menyelami realitas yang sama secara sungguh-sungguh. Para relawan akan menyelami realitas jiwa Sri Kertanegara pada abad ke-12.

Relawan 1 Bli Vernanda

Sosok Sri Kertanegara adalah sosok yang bahagia. Beliau menjadi penopang kesadaran pada masanya.

Relawan 2 Mas Wawan

Saya merasakan kedamaian, tidak ada peperangan apa pun, dan saling berkolaborasi. Rasanya damai dan nyaman.

Relawan 3 Teh Norin

Beliau seorang sosok yang penuh kasih dan bijaksana. Beliau merupakan simbol bagi rakyatnya pada saat itu yang memiliki kewelasasihan dan kedamaian. Situasinya ijo royo-royo, gemah ripah. 

Bukan hanya Sang Raja yang damai, melainkan negerinya juga damai. Padahal sejarah menyatakan pada masa kepemimpinannya penuh dengan peperangan. Yang benar yang mana? Saya jelas percaya pada kebenaran yang diungkapkan oleh Rasa Sejati kita, tidak pada teks yang tertulis di dalam buku sejarah. Sejarah yang ditulis pada umumnya itu hoax. Kebenaran adalah segala yang kita ungkap bersama. Kita akan selami bersama.

Pertanyaan adalah, Mengapa dengan Rasa Sejati, kita bisa menangkap bahwa sosok Sri Kertanegara adalah sosok yang agung jiwanya, penuh kasih murni, dan suasana damai, namun sejarah menuliskan sebaliknya?

Ini adalah sesuatu yang menarik untuk kita gali bersama.

Dualitas atau rwabineda tidak pernah lepas dari kehidupan di jagad raya. Gelap-terang, baik-jahat, tulus-manipulatif–hal-hal yang pasti ada di jagad raya ini. Tetapi, di dalam sejarah kehidupan ini, manusia bisa memilih–dia akan ada di kondisi yang mana. Bagi setiap jiwa, rwabineda ini adalah opsi atau pilihan sebagai propabilitas yang bisa dipastikan oleh dirinya sendiri. Ada masa yang dominan pada keberadaan orang-orang yang memiliki keangkaramurkaan. Ini dimungkinkan karena manusia memiliki kebebasan berkehendak. Jika setiap orang memiliki cukup kasih murni, setiap orang tidak akan memilih tenggelam di dalam keangkaramurkaannya. Jika setiap orang terbiasa dalam keheningan, maka orang tidak akan menjadi manipulatif dan lainnya. Tetapi, saat kita tidak hening, tidak terhubung dengan Diri Sejati, dan tidak memiliki kasih murni, kita hanya berpegang pada ego, mengikuti angkara murka, sangat dimungkinkan kita menjadi sangat jahat.

Secara natural, ada orang-orang yang berhasrat untuk menguasai tanah air ini, menaklukkan bangsa ini dengan berbagai cara.  Dan, mereka melakukan penulisan sejarah yang palsu sehingga membuat kita tidak kenal pada bangsa kita sendiri dengan segala keagungannya. Kita disuguhi cerita yang penuh kebohongan dan itu disajikan berulang-ulang sehingga kita pun akhirnya percaya. Lalu, itu masuk ke alam bawah sadar kita. Dan, saat ditanya tentang sejarah Nusantara, maka jawaban kebohongan itulah yang mewarnai cerita.

Bangsa yang sudah dirusak cerita sejarahnya, pasti akan jadi bangsa yang kalah. Bangsa yang percaya pada cerita-cerita hoax, pasti tidak memiliki kebanggaan atas bangsanya. Jika itu terjadi, maka tidak ada pewarisan kebudayaan luhur dari generasi ke generasi. Itulah yang terjadi pada saat ini. Bangsa Indonesia pada saat ini punya keterpurukan sejarah dengan generasi masa lalu yang sebetulnya berhasil membangun peradaban yang luhur, gemah ripah loh jinawi. Ada era yang mayoritas warganya memiliki kesadaran yang murni. Kesadaran kolektif itu betul-betul luhur dan itu terejawantahkan dalam kehidupan dan tatanan sosial yang selaras. Ini adalah cerita bangsa kita di masa lalu yang mestinya kita teruskan kebenarannya pada saat ini.

 

Workshop Mahadaya Tantra Yoga
Wedaran oleh Setyo Hajar Dewantoro
Blitar, 16 Januari 2021

Share:

Reaksi Anda:

Loading spinner
×

Rahayu!

Klik salah satu tim kami dan sampaikan pesan Anda

× Hai, Kami siap membantu Anda