Masalah yang kita hadapi (apa pun bentuknya) adalah umpan balik yang paling jujur dan memicu kita untuk mengetahui kualitas jiwa kita yang sesungguhnya. Saat kita hidup di dalam problematika, saat itulah kita diberi kesempatan untuk mengaca diri dengan jujur dan mengetahui kondisi jiwa sebenarnya yang ada dalam ketidakmurnian.
Jika tubuh Anda sedang sakit, itulah umpan balik bahwa ada tindakan yang tidak selaras. Jika hidup kita penuh konflik, terutama dengan orang-orang terdekat dan hanyut ke dalam konflik tersebut sehingga kita menderita, itulah umpan balik yang nyata bahwa kita sedang tidak selaras. Demikian juga dengan karier dan bisnis yang tidak jelas sehingga Anda merasa hidup susah, itulah indikasi nyata bahwa jiwa ada dalam ketidakselarasan.
Kualitas jiwa terproyeksikan dalam kehidupan yang nyata. Anda yang punya masalah, fokusnya adalah mendapatkan pelajaran atau menangkap pesan yang nyata dari masalah yang datang. Hal itu menunjukkan kekurangan kita ada ‘di mana’ dan langkah perbaikan ‘apa’ yang harus dilakukan.
Belajar berspiritual tidak mengajak kita menjadi curang. Curang maksudnya ingin masalah diri selesai, tetapi kualitas jiwa kita tidak ditransformasi.
Banyak orang yang berdoa dengan curang, “Ya Tuhan, tolonglah aku, biarlah masalahku selesai.”
Curang artinya kita tidak mentransformasi diri. Kita tidak belajar dari apa yang hendak dipesankan dari masalah yang muncul. Yang tidak curang adalah Anda bersedia mengakui ketidakselarasan yang ada di dalam diri dan memperbaikinya dengan sungguh-sungguh. Lalu, sadar penuh bahwa salah satu buah mentransformasi diri adalah terselesaikannya masalah. Ini tentang keberanian mengakui dan hukum Semesta (hukum tarik-menarik dan hukum sebab-akibat).
Masalah yang datang kepada Anda itu sesuai dengan ‘apa’ yang Anda tarik dan sesuai dengan vibrasi Anda. Jika Anda menata vibrasi diri, maka masalah Anda akan terlampaui/terselesaikan sesuai dengan keadilan Semesta. Pada titik inilah saya selalu mengajak Anda semua untuk memurnikan jiwa-raga sepenuhnya.
Berkaca diri apakah kita memiliki watak angkara, egoistik, atau luka batin?
Jika Anda masih memiliki watak angkara, baik yang kasar maupun yang halus, segera bereskan. Kita harus berani mengaca diri: Apakah kita masih tergolong orang yang egoistik? Apakah ada keserakahan di dalam diri? Apakah kita orang yang perwira atau pengecut (yang mau enaknya sendiri, yang hanya mementingkan diri sendiri)? Apakah dalam segenap langkah kita ada dalam ketulusan yang paripurna atau tidak? Itu semua harus dibaca dengan jujur.
Baca Juga: Ketidaktulusan dalam Spiritual dan Kehidupan Sehari-hari
Selain watak angkara, yang harus disembuhkan adalah segala luka batin. Yang pernah patah hati, segera disambung. Jangan diingat-ingat terus. Yang merasa dikhianati, segera diselesaikan. Untuk apa Anda kehilangan surga yang nyata karena sesuatu yang telah terjadi di masa silam. Segala luka batin muncul dari ketidaksadaran kita di masa lalu.
Kenapa kita bisa sakit hati? Kita sendiri yang memilih untuk sakit hati. Dan, itu lumrah saat kita belum sadar. Jika ada jejak dari sakit hati itu, maka segera bereskan. Jejak itu terlihat di tubuh halus Anda. Kita sadari bahwa sakit hati hanya menjadi beban dan akar penderitaan. Kita maafkan siapa pun yang pernah membuat sakit hati. Kita mengasihi diri biarlah lepas segala beban. Jangan sampai hidup Anda penuh derita gara-gara peristiwa yang terjadi di masa silam.
Lantas, bagaimana cara mengatasi watak angkara dan luka batin?
1. Konsisten dalam keheningan
Silakan atasi watak angkara yang masih ada di dalam diri. Caranya dengan konsisten hening. Hening terhubung kepada Diri Sejati agar lewat keterhubungan itu kasih murni semakin menguat dan watak angkara semakin lemah. Silakan sadari watak angkara yang masih tesisa itu. Ketika watak angkara muncul ke permukaan dan ketika akan termanifestasikan dalam tindakan, Anda langsung menyadarinya.
Jika kita konsisten dengan pola keheningan tersebut, kita bisa membereskan jejak karma di masa lalu dan kita menghindarkan diri dari ketidakselarasan yang mungkin terjadi di masa depan. Inilah kunci kita selalu ada dalam kondisi jiwa yang murni. Inilah kunci pencerahan yang terus-menerus. Inilah kunci transformasi diri yang tidak berkesudahan. Keheningan yang konsisten mengantarkan kita mencapai pencerahan yang semakin tinggi.
Konsistensi di dalam keheningan akan membuat Anda semakin tidak ada celah untuk kembali mengalami penderitaan. Manusia mungkin merasakan surga yang nyata, constant happiness. Tidak ada yang namanya senang sesaat lalu galau tak berkesudahan. Roda samsara itu bisa kita lewati.
Masalah itu Anda sendiri yang membuat, maka jangan meminta saya yang menyelesaikannya. Saya hanya menceritakan pengalaman saya mengatasi masalah sehingga menjadi inspirasi bagi Anda. Inilah cara belajar spiritual untuk mentransformasi diri sehingga masalah akan selesai. Analoginya seperti kegiatan menanam. Saat menanam, selalu ada masa panen. Ini semua tentang proses. Jika Anda punya masalah, jangan memaksa untuk selesai, terima ketidaknyamanan yang Anda buat sendiri.
2. Menumbuhkan watak kasih murni
Selama kita masih memiliki watak angkara, kita akan menyebabkan ketidakselarasan, penderitaan pada orang lain, dan membuat masalah dalam kehidupan kita. Keangkaramurkaan kita yang akan menarik penderitaan datang dalam kehidupan kita. Semua watak angkara hanya dapat terselesaikan dengan watak kasih murni.
Inilah hukum Semesta. Kasih murni berlawanan dengan keangkaramurkaan. Selama Anda konsisten dalam ketidakheningan dan membiarkan keangkaramurkaan tumbuh, maka kasih murni akan tenggelam. Kasih murni muncul jika Anda konsisten dalam keheningan sehingga watak angkara akan teratasi dengan sendirinya.
3. Hidup dalam kesadaran murni
Anda tidak cukup hanya meditasi yang terbatas, yakni duduk diam dan setelahnya abai atau tidak eling. Jadikan duduk diam sebagai latihan berkesadaran dan momen akselerasi pemurnian jiwa. Yang paling penting adalah setiap langkah dalam keseharian Anda, Anda ada dalam kewaspadaan karena Anda memilih tertuntun dengan Diri Sejati.
Misalnya, Anda memiliki kecenderungan untuk sombong. Ketika daya dorong untuk sombong akan muncul, harus segera disadari, lalu dimengeti bagaimana cara mengatasinya. Kita masuk ke dalam kesadaran murni dan menyadari bahwa tidak ada yang layak disombongkan. Kesombongan hanyalah manifestasi dari kerendahan diri. Jika kita memiliki kasih murni, kita akan mengerti bahwa setiap orang punya watak keilahian sehingga tidak perlu disombongkan. Ini tentang kewaspadaan yang konsisten. Kita waspada terhadap segala gejolak emosi dan dinamika yang ada di dalam diri kita.
Pastikan di mana pun Anda berada dan kapan pun itu, Anda menikmati anugerah yang nyata pada setiap tarikan dan embusan napas. Anda hidup dalam kesadaran yang murni. Kedamaian dan kebahagiaan sejati memastikan setiap langkah Anda serba selaras.
Baca Juga: Hidupkan Kesadaran Murni dalam Keseharian
Saat kita sudah berkesadaran, kita tidak lagi memberi celah untuk sakit hati. Orang yang menghina, tanggapi seperlunya. Tanggapi semua sesuai dengan tuntunan Diri Sejati. Dengan begitu, tidak ada baper dan tidak ada sakit hati. Saat saya tertuntun marah, marah saya penuh kasih dan marah tanpa beban.
Jika watak angkara bisa dilampaui, pada saat itulah keilahian akan bertumbuh secara paripurna. Saat keilahian tumbuh paripurna, secara otomatis kehidupan surgawi menjadi nyata. Inilah hukum Semesta. Apa yang kita dapatkan dalam kehidupan ini hanyalah proyeksi dari kesadaran kita. Apa yang terpancarkan lewat vibrasi semua sel dalam tubuh kita itu mencerminkan kualitas jiwa dan itu yang akan membentuk realitas kehidupan keseharian. Silakan sadari sepenuhnya.
4. Tranformasi diri secara tuntas
Fokuslah kepada transformasi. Saat transformasi tuntas, maka masalah akan beres. Saat transformasi belum tuntas, maka masalah akan muncul.
Jangan senang membuat drama mengasihani diri sendiri. Itu tidak akan membereskan masalah Anda. Nantinya diri Anda terbiasa untuk senang dikasihani. Semua ada dalam proses untuk bertumbuh bersama sehingga segala ketidakselarasan akan tuntas secara perlahan.
Kita satu keluarga besar, keluarga spiritual. Dulu saya membimbing sendirian. Segala hal harus saya bimbing dan tangani sendiri. Tetapi, dalam beberapa tahun terakhir ini, upaya saya untuk membimbing teman-teman tergolong berhasil. Indikasinya semakin banyak yang menjadi relatif tercerahkan, yakni sudah bisa menuntaskan masalahnya sendiri sehingga siap membantu yang lain. Ini adalah anugrah. Anda tidak hanya bisa mendapatkan bantuan dari saya, tetapi dari teman yang lain yang sudah selesai dengan dirinya sendiri. Kuncinya kita saling memaklumi.
Posisi kita sekarang jauh lebih bagus karena semakin banyak orang yang membantu berkarya untuk membuat orang lain bisa menemukan kebahagiaan surgawi. Buat yang belum tuntas dengan diri sendiri, segera tuntaskan agar Anda menemukan kebahagiaan yang nyata dan bisa membantu yang lainnya. Jika proses ini berjalan terus menerus, maka akan menyebar luas dan semakin banyak orang yang menemukan jalan kebahagiaannya.
Secara faktual tidak ada yang ingin hidup menderita. Semua ingin hidup bahagia. Bahkan, orang yang berbuat angkara murka sebetulnya mereka sedang mencari kebahagiaan, hanya saja salah jalan. Mereka salah menyangka bahwa dengan berbuat serakah bisa membuat bahagia, padahal membuat jiwanya semakin menderita. Adanya orang-orang yang bisa menunjukkan jalan kebahagiaan sejati itu sangat membantu.
Saya ucapakan selamat kepada yang sudah lulus. Yang belum lulus, segera lulus, agar bisa membantu yang lainnya menemukan kebahagiaan sejati. Jangan bikin drama sendiri!
Retreat Mahadaya ‘Melampaui Sisi Gelap, Merealisasikan Keilahian Diri’
Wedaran oleh Setyo Hajar Dewantoro
Dieng, 26-28 Maret 2021
Reaksi Anda: