Jiwa laksana pengendara, tubuh adalah kendaraannya. Nyawa laksana energi listrik yang menghidupkan kendaraan. Kematian adalah momen lepasnya jiwa dari tubuh, saat energi listrik di dalam tubuh putus, berhenti, off.
Lalu kemana jiwa? Jiwa bukan kembali pada Tuhan karena jiwa tidak pernah berpisah dengan Tuhan sebagai esensinya.
Jiwa tidak juga pasti berada dalam kedamaian, karena jiwa pasti ngunduh wohing pakarti sesuai laku dan kesadaran. Hanya mereka yang telah tercerahkan yang menemukan kedamaiaMulih
Mulang ka jati mulih ka asal
Tindak dumateng kaswargan jati
Dan bahasa-bahasa semacam itu adalah harapan ideal, bukan kenyataan yang pasti diterima setiap orang.
Pada kenyataanya, mereka yang meningakan akan menempati salah satu dari kondisi berikut ini sesuai vibrasi jiwanya:
Menjadi arwah gentayangan, terkatung-katung di dimensi 4, karena kemelekatan yang kuat pada tubuh dan kehidupan sebelumnya.
Terjerat dan menderita di dimensi 2 atau 1, karena sadar maupun tak sadar membiarkan dirinya ditungganggi penghuni dimensi 1 dan 2.
Berada di alam penantian, cukup damai, menunggu berlakunya siklus reinkarnasi. (Dimensi 6)
Ada yang menjadi danyang, menjaga tempat tertentu (dimensi 7-11)
Masuk ke alam cahaya, hidup bersama malaikat dan dewa dewi. (Dimensi 12-27)
Ada yang karena sangat murni, mengalami betul apa yang dinamakan bali marang sangkan paraning dumadi/moksa/nibanna. (Dimensi 28-30)
Yang 2 terakhir ini, sedikit sekali jumlahnya.
Catatan:
Jiwa: sukma, soul
Tuhan yang jadi esensi diri: spirit, atman, roh kudus, sukma sejati
Nyawa: daya hidup, prana, chi, roh
SHD
Reaksi Anda: