Skip to main content
Pijar KesadaranUncategorized

Hening dan Jalan Keselamatan

3 July 2023 Persaudaraan Matahari No Comments

Hening yang dijalankan dengan cara yang tepat, dengan ketulusan, kesungguhan dan konsisten, pasti membuahkan kesadaran bahwa setiap orang memiliki Penuntun Agung di relung hatinya. Saat otak terhubung dengan Rasa Sejati, maka bisa diketahui keberadaan Penuntun Agung di dalam diri yang dijuluki juga sebagai Guru Sejati. Lalu niscaya diketahui tuntunan atau petunjuk yang membawa pada keselamatan dari Sang Sumber Hidup.

Hening menjadi prakondisi bagi komunikasi antara diri kita dengan Tuhan Yang Maha Esa yang mempribadi di dalam diri kita sebagai Guru Sejati. TuntunanNya bisa muncul sebagai firman atau sabda yang jelas bisa kita dengar tapi tentu bukan oleh telinga fisik tapi Rasa Sejati. Data dari Rasa Sejati ini masuk diolah oleh otak, bisa muncul sebagai sebentuk pengertian, dan bisa juga berbentuk gambar yang kemudian harus diterjemahkan maknanya.

Hening juga memastikan petunjuk dari relung hati itu tidak terbiaskan oleh apapun. Kenapa sebagian orang malah mendapatkan petunjuk yang keliru atau tak mengetahui petunjuk sama sekali? Inilah jawabannya. Secara faktual, beginilah keadaan banyak orang. Mayoritas tak bisa mendengar tuntunan Agung dari relung hatinya karena otak dan Rasa Sejati nggak nyambung. Termasuk yang tak mengakui adanya Rasa Sejati atau tak bisa membedakan Rasa Sejati dengan rasa, perasaan dan prasangka. Banyak yang merasa mendengar tuntunan Tuhan dari relung hati padahal keliru karena dibiaskan oleh ilusinya, oleh prasangkanya, dan juga oleh dark force (demit, siluman, iblis, dll) yang menyusup ke dalam tubuhnya. Saya sering menemukan orang yang sanubarinya diduduki iblis sehingga yang selalu menuntun adalah iblis ini. Pada kasus lain, Gusti menuntun A tapi dark force di badannya membiaskan sehingga yang terdengar adalah B atau C. Ada juga orang yang merasa mendapatkan dawuh leluhur padahal itu adalah penyamaran dari beragam siluman.

Jadi sebenarnya perkara mendengar/mengetahui tuntunan Tuhan dari relung hati sangat tidak sederhana. Kebenaran dari tuntunan ini tergantung dari kualitas dan intensitas hening sekaligus tergantung dari tingkat kemurnian jiwa seseorang.

Kebenaran dalam perkara ini tentu hanya bisa dipastikan oleh siapapun yang Rasa Sejatinya telah terdayagunakan dan dirinya telah jernih secara emosi, persepsi, karma maupun energi.

Saya jelaskan semuanya berdasarkan pengalaman otentik. Kejelasan tuntunan Tuhan dan keterbebasannya dari pembiasan dalam segala bentuknya sangat tergantung pada LoC (Level of Consciousness) dari diri saya. Maka beda sekali situasi, kondisi dan konteksnya saat saya bicara tentang tuntunan Tuhan antara 2013, 2017 dan 2023. Jelas dulu saya tidak mantap saat bicara, “Saya mendapatkan titah Gusti untuk melakukan sesuatu”. Saya jelas punya pengalaman, saat hasrat egoistik begitu kuat, ia akan memproduksi Tuntunan Tuhan yang bias atau imajinatif. Tetapi itu terjadi sebelum saya tercerahkan. Saat ini setelah tercerahkan, ego telah luruh atau gampang dikenali dan dikelola sehingga tidak lagi membuat ketidakjelasan pada Sabda Diri Sejati. Kalau saya bilang saya mendapatkan titah Gusti untuk pergi ke Papua, demikianlah adanya, tak mungkin salah.

Makanya, di Persaudaraan Matahari, selain terus diajarkan metoda hening agar setiap orang bisa mengetahui tuntunan Agung dari relung hatinya, dikembangkan juga mekanisme saling validasi agar setiap orang terlatih dan menjadi ahli dalam membedakan tuntunan yang benar, keliru atau cuma khayalan. Validasi ini merupakan cara untuk membuat pembelajar mengerti cara membedakan kebenaran sebuah tuntunan dari vibrasinya. Kemandirian yang berdasarkan keahlian dalam memvalidasi kebenaran tuntunan atau pesan dari relung hati sangatlah penting karena pasti ada masa kita harus putuskan semua sendiri. Tapi selama Anda punya pembimbing/guru yang tercerahkan sementara Anda belum ahli, berendah hatilah untuk meminta validasi atas pengalaman spiritual Anda termasuk ketika Anda mendengar tuntunan dari Gusti.

Tantangan bagi siapapun yang telah bisa mendengar atau menangkap pesan/titah Tuhan dari relung hati, adalah patuh atau setia total kepadanya.

Yang tak mudah, tak selamanya pesan/titah Gusti itu menyenangkan, mengenakkan, atau sesuai dengan kebenaran/norma yang dipercaya banyak orang. Sebagian titah/pesan itu bisa meresikokan nyawa atau menghabiskan uang di rekening. Yang juga tak mudah adalah mengkomunikasikan sebuah titah/pesan Tuhan kepada orang dekat kita, pasangan atau anak-anak kita.

Ini contoh dialog saya dengan istri saya:
SHD: Yang, saya besok ke Papua.

Istri: Ngapain ke Papua?

SHD: Disuruh Tuhan

Istri: Disuruh Tuhan? Tuhan yang mana?

SHD: Tuhan yang Maha Keren dong, yang bertahta di relung hatiku.

Istri: Terserah dah …. Kagak ngarti, pake bawa Tuhan-tuhan segala. Gimana kalau itu yang nyuruh malah hantu.

SHD: Tenang..ini jelas dari Tuhan. Saya terlalu ganteng untuk tertipu oleh hantu. Ini perjuangan kemanusiaan yang agung.

Istri: @&$@&$&@@@

Hi hi hi…. Dialog seperti ini selau terjadi ratusan kali. Tapi jelas yang menjadi Tuhan saya adalah yang memberi hidup pada saya, Tuhan yang sesungguhnya yang meliputi semua keberadaan, yang kasih dan kuasaNya selalu bisa dirasakan di setiap nafas. Saya tak pernah mempertuhankan istri atau perempuan dan manusia manapun. Saya selalu setia kepada tuntunan Tuhan, apapun bentuknya, apapun resikonya. Inilah jalan keselamatan yang sesungguhnya. Inilah juga jalan menuju kesempurnaan jiwa. Inilah jalan untuk membuat rencana Ilahi menjadi nyata: setiap diri mencapai versi terbaik sesuai rancangan agungnya.

Di setiap persimpangan kehidupan di mana saya harus memilih, saya pasti memilih sesuai dorongan atau panduan dari relung hati, dari Diri Sejati, yang bisa saya bedakan dengan jelas dari bisikan pikiran, kemauan pribadi, hasrat ego, maupun perkataan keberadaan lain. Saat yang sama, saya mengasihi semua orang dekat saya dengan kasih yang paling murni. Maka pada akhirnya semua baik-baik saja dalam harmoni. Paling banter saya ditinggal murid dan teman yang menganggap saya beneran gila dan sesat.

Bagaimana jika seseorang belum bisa mendengar tuntunan Tuhan dari relung hatinya? Tak usah repot, gunakan otak Anda, ikuti akal sehat Anda. Sambil Anda terus belajar hening hingga terbimbing sepenuhnya oleh Sang Diri Sejati.

Setyo Hajar Dewantoro

1 Juli 2023

Share:
×

Rahayu!

Klik salah satu tim kami dan sampaikan pesan Anda

× Hai, Kami siap membantu Anda