Skip to main content
Pijar Kesadaran

PERFECTION & IMMORTALITY

2 February 2024 Persaudaraan Matahari No Comments

Dua kualitas ketuhanan yang menjadi visi agung dalam ajaran Zarathustra adalah Haurvatat (Kesempurnaan) dan Ameratat (Immortalitas). Saya digerakkan untuk menguraikannya, agar menjadi cahaya penerang kesadaran bagi siapa pun yang sedang merenungkan tujuan hidup.

Semua keberadaan, saya dan Anda, juga semua keberadaan di Omniverse ini, ada karena kekuatan kreatif terus bekerja sepanjang waktu, merealisasikan Spenta Manyu (Mentalitas Kreatif) yang merupakan karakter dasar dari Sang Sumber Hidup dan dimiliki jiwa di berbagai dimensi dalam tataran berbeda-beda.

Di ranah material yang kita bisa observasi bersama, bukankah “Pencipta” itu memang banyak?  Mulai dari pencipta lagu, pencipta makanan hingga pencipta teknologi artificial intelligence. Penciptaan terjadi karena mentalitas kreatif dan kuasa penciptaan memang diserap oleh manusia sebagai keberadaan yang esensinya adalah realitas ketuhanan, yang sejak lahir  punya benih ketuhanan, dan bisa menjadi co-creator dalam gelar kehidupan di jagad raya ini.

Kenyataan penciptaan yang terus menerus juga terjadi pada ranah yang tak bisa diobservasi secara empirik: selalu ada jiwa baru yang lalu berevolusi, bahkan Universe baru juga dimungkinkan selalu mengada lewat ledakan agung yang misterius. Kesemuanya dimungkinkan karena keberadaan Kekosongan Absolut, keberadaan yang tanpa batas, yang darinya selalu mengalir energi kosmik paling murni dan salah satu aspeknya adalah energi penciptaan yang paling murni, di samping energi pemeliharaan dan energi peleburan yang paling murni.

Maka, jiwa kita, adalah keberadaan yang muncul akibat Spenta Manyu. Sains memandangnya sebagai proses mengada yang natural, karena memang tak ada produk teknologi yang bisa menangkap keberadaan Druid atau Ahura Mazda di balik peristiwa penciptaan di jagad raya ini. Tapi memang bisa ditegaskan, kita mengada bukan karena ada sosok Tuhan yang kesepian dan ingin dikenali. Yang kesepian dan ingin dikenali jelas adalah manusia galau bukan Tuhan. Lagipula jelas bahwa Tuhan bukan sosok tapi Kekosongan Absolut yang menjadi sumber dari segala yang ada, termasuk sumber dari Druid, Ahura Mazda dan semua mahadewa/deity. Maka tak perlu terlalu rumit memikirkan “Kenapa aku mesti ada di dunia ini?” Kejadian mengadanya  Anda sudah lewat, tak bisa diputar balik. Meski Anda saat itu masih bingung akan makna hidup, merasakan hidup ini sebagai derita, waktu tak bisa diputar balik untuk membatalkan keberadaan diri Anda. Anda hanya bisa mengikuti gerak maju dari Sang Waktu.

Pada titik inilah, Zarathustra memberikan wawasan jernih. Setiap penciptaan selalu ada dalam koridor Divine Plan dan Asha (Kebenaran Absolut/Law of Universe). Anda, ditempatkan dalam koridor ini.  Tapi kemudian Anda punya free will (kebebasan berkehendak) untuk memilih mengikuti gerak evolusi dan memenuhi rancangan agung, atau memilih sebaliknya. Semua pilihan membuahkan resiko yang pasti berdasarkan hukum sebab akibat.

Maka Zarathustra mengajarkan manusia agar tegas memilih dan berupaya memenuhi rancangan ilahi baginya, dengan memilih sepanjang waktu dalam hidupnya, untuk selalu “Berpikir benar, berkata benar, bertindak benar”. Ini sepadan dengan ajaran agung: ” Murni dalam pikiran, perkataan dan perbuatan”. Artinya adalah, selalu konsisten untuk berpikir dalam hening, berkata dalam hening, bertindak dalam hening, karena hanya dalam hening di mana mano (pikiran) menyatu selaras dengan daena (rasa sejati), asha (kebenaran absolut) yang merupakan tuntunan dari Serosha (Diri Sejati) bisa diketahui.

Siapa pun yang konsisten dalam pola dan jalan ini, pasti bisa memenuhi rancangan agung atau divine plan baginya. Inilah arti menjadi sempurna (Haurvatat). Menjadi sempurna sebagai manusia adalah memenuhi rancangan agung manusia bukan menjadi seperti Kucing Persia, Cheetah, dan seterusnya. Menjadi manusia sempurna adalah tetap menjadi keberadaan yang hidup dengan nafsu alamiahnya: makan, minum, tidur, seks, dan semacamnya, sembari memastikan jiwa raganya murni karena itulah prakondisi mutlak agar benih keilahian benar-benar terealisasi. Jadi sekali lagi, menjadi manusia sempurna itu bukan menjadi manusia yang bisa segalanya, tahu semua hal, atau “selalu bisa memenuhi selera dan harapan orang lain”. Menjadi manusia sempurna adalah tentang mencapai versi terbaik diri yang berkenaan dengan keselamatan dan kebahagiaan yang murni.

Harus dimengerti, bahwa menjadi manusia di Bumi hanyalah salah satu momen evolusi bagi Sang Jiwa (Urwan). Bumi adalah sekolah bagi Sang Jiwa, tempat di mana jiwa belajar banyak hal untuk bertumbuh, menjadi murni dan sempurna. Pembelajaran bagi Sang Jiwa bisa terjadi di planet lain, galaksi lain, universe lain. Dan ketika jiwa telah lepas dari tubuh fisik, dalam puncak kesempurnaannya ia bisa menjadi energi dan kesadaran murni, seperti Druid dan Ahura Mazda. Capaian antara yang menunjukkan jiwa bergerak maju menuju sempurna adalah ketika ia bisa hidup di dimensi yang lebih tinggi sebagai malaikat, dewa/dewi, mahadewa/mahadewi, yang kesemuanya dikategorikan sebagai Deity ( Jiwa Ilahi). Tentu butuh proses evolusi yang panjang untuk sampai ke sana, ratusan atau ribuan siklus kehidupan harus dilampaui. Jiwa yang mencapai tataran Deity inilah yang dikategorikan sebagai Jiwa yang berhasil merealisasikan kualitas Immortality, karena memang terus hidup dan melahirkan kehidupan.

Sikap bijaksana adalah ketika Anda menjadi manusia di Bumi, pilihlah untuk bergerak maju setahap demi setahap. Pastikan mengalami dulu hidup sorgawi sebagai manusia; bebaskan diri dari roda samsara semasa jadi manusia. Jika telah bisa mencapainya, pertahankan hingga detik kematian. Itulah jalan agar mengalami peningkatan tataran evolusi di kehidupan berikutnya. 

Ada segelintir manusia yang murni jiwa raganya, bisa memperpanjang masa hidup di Bumi dengan tubuh fisik yang tetap segar dan prima, dalam jangka waktu ratusan tahun maupun ribuan tahun. Merekalah yang disebut para immortal. Bagaimana caranya bisa begitu? Kuncinya adalah: (1) Memastikan regenerasi sel berjalan sempurna, sehingga tak ada organ yang mengalami degradasi karena pertambahan usia; (2) penataan, penyelarasan dan perbaikan DNA yang membebaskan tubuh dari segala penyakit terutama penyakit fatal. Soal penataan DNA juga ada aspek pemurniannya: DNA manusia dikembalikan menjadi selaras dengan rancangannya sebagai “superhuman” dan “divine being“.

Teladanilah jejak Zarathustra, hingga menjadi manusia sempurna, atau Immortal.

Share:
×

Rahayu!

Klik salah satu tim kami dan sampaikan pesan Anda

× Hai, Kami siap membantu Anda