Skip to main content
Refleksi

Perjalanan Membebaskan Diri dari Hidup Penuh Drama (yang Dibuat Sendiri)

27 November 2023 Niniek Pebriany No Comments

Sejak hari pertama saya menulis cerita ini, saya selalu bangun pagi dengan tersenyum-senyum sendiri. Betapa tidur itu enak banget ya Gusti. Teringat hingga 1-2 tahun lalu, saya masih selalu terbangun dengan menyalahkan diri. Menyalahkan diri karena kok saya malah nyenyak tidur dan bukannya bekerja. Pekerjaan saya sebagai konsultan arsitektur, ditambah dengan pekerjaan-pekerjaan lain membuat hari-hari berisi deadline tiada berujung. Sehari-hari saya membatasi tidur maksimal 4 jam, bila lebih 5 menit saja maka akan menjadi drama menyalahkan diri tiada berkesudahan. Belakangan saya ketahui, skor obsesi saya sebelum masuk PM adalah 9, yang kemudian dijuluki Queen of Obsession oleh Mas Guru. Hihi. Obsesi-obsesi ini mengakibatkan banyak hal, terutama pada kesehatan fisik saya. Tiap tahun saya jatuh tipes dan saya juga mengidap tumor payudara, serta beberapa penyakit-penyakit lainnya. Istilah “jompo muda” sepertinya cocok disematkan ke saya, hihi.

Sigel obsesif ini begitu mengakarnya hingga di bawah akar ada akar lagi, yang ujungnya adalah luka batin karena ingin diperhatikan oleh orang tua. Keadaan ekonomi membuat orang tua saya jarang di rumah, sehingga berbagai drama termasuk pelecehan seksual oleh tetangga juga saya alami. Lalu bila pun orang tua hadir di rumah, mereka mendidik dengan keras dan sedikit kasar. Segala luka dan trauma saya limpahkan sebagai kesalahan orang tua, tapi di saat bersamaan saya membalutnya dengan perilaku “sok kuat” sebagai “kewajiban” anak pertama yang seharusnya memberi teladan. Sehingga “triple kill” sekali karena saya memilih untuk memelihara segala luka batin tersebut dibalut dengan sigel denial, kesombongan dan ketidakjujuran, yang kemudian outputnya adalah obsesi dalam berbagai bentuk.

Masuk kuliah, saya mulai bekerja untuk menghidupi diri. Di dunia pekerjaan ini, berbagai sigel saya “diasah”, seperti kesombongan, ambisi, kompetitif, manipulatif, dll yang selalu kita kenali sbg survival kit di era modern ini. Ambisi bahkan diagung-agungkan sebagai bahan bakar kesuksesan. Dan di sini, saya menyadari bahwa pekerjaan dapat menjadi sarana untuk mendapatkan perhatian dan pengakuan yang saya idamkan sejak kecil.

Berbagai sigel pada pekerjaan ini sebetulnya paradoks bila berbicara tentang mimpi saya sedari kecil yang ingin sekali mewujudkan dunia yang lebih baik bagi manusia dan Ibu Bumi. Saya selalu ingin berkontribusi pada kehidupan saat ini, tidak cuma sekedar numpang hidup. Namun, mana bisa mewujudkan mimpi itu bila didasari berbagai hasrat egoistik yang justru menghancurkan atau membelokkan visi tersebut?

Beruntunglah, Gusti Maha Sayang kepada saya. Saya diberikan kesempatan untuk “kembali ke jalan yang benar” tanpa pake nyasar-nyasar. Saya menemukan ajaran Mas Guru di akhir 2021, dan sebelum benar-benar bergabung, saya menyempatkan membaca beberapa buku Mas Guru. Ajaran Mas Guru sangat logis untuk saya yang skeptis dengan ajaran agama dan tradisi spiritualisme. Selain logis, juga ada solusinya yaitu laku hening. Tidak hanya memberi paparan WHY dan WHAT, tapi juga memberi HOW.

Melalui pembelajaran di PM, akhirnya saya memahami luka batin dengan orang tua saya bermula dari sulitnya saya bersyukur atas kondisi keluarga waktu itu. Orang tua tidak pernah di rumah kan demi menghidupi saya juga, sehingga apakah pantas saya mengeluh atas ketidakhadiran mereka? Di sini, saya juga jadi memaklumi dan menerima sikap orang tua yang keras dan sedikit kasar karena sebetulnya mereka memiliki bagasi luka batin sendiri sehingga terproyeksikan pada wataknya.

Gusti yang Maha Sayang juga memberi saya kesempatan akselerasi belajar melalui berbagai peran di lembaga Mas Guru. Di sini saya benar-benar belajar arti bekerja dengan tulus tanpa hasrat-hasrat egoistik di belakangnya — bagaimana meluruhkan obsesi, kesombongan ilusif, rendah diri dll agar bisa menciptakan karya kolaboratif yang selaras.

Tidak berhenti sampai di situ, Gusti yang Maha Sayang memberi saya kesempatan tinggal di Mabes. Saya yang sangat clueless dan nggak gaul di PM ini, tidak pernah tahu bahwa Mabes semacam “dikeramatkan” bagi para pembelajar PM. Hahaha. Saya sih sangat sangat menikmati tinggal di Mabes dengan segala pusaran laundry-nya yang lucu-lucu menggerus ego. Ada kalanya saya menangis pas cuci piring karena luka batin tiba-tiba muncul ke permukaan, ada juga ujian praktek kebucinan, dan yang paling sering terjadi adalah baperan ke Mak (Mba Ay). Kalau yang lain kena sabetannya via online, nah kali ini live tepat di depan muka. Kalau online bisa menghindar, nah kali ini tidak. Kadang ego pengen menghindar, ah tapi di dalam diri berkata “bukan Niniek kalo pecundang begini. hadapi dong!” Jadi, karena banyak sekali kesempatan untuk kerja bareng dengan Mak, interaksinya jadi sangat sering dan jadinya kena sabetannya hampir setiap hari. Awalnya baper, gaes, tapi bila mau berendah hati dan menghadapi/memprosesnya dengan hening, kita akan sadar bahwa wedaran/teguran tsb adalah upaya mendidik — yang semuanya untuk pertumbuhan jiwa kita sendiri. Ada kasih di setiap wedaran/teguran tsb. Karena sabetan Mak lah, saya belajar sangat banyak setahun terakhir ini. Maka, yang sedang baper karena terkena sabetan Mak, berendah hati lah agar segala pelajaran yang berguna bagi pertumbuhan jiwamu itu tidak hanya masuk telinga kanan dan keluar di telinga kiri.

Di momen berefleksi ini, saya jadi menyadari bahwa setiap momentum kenaikan kesadaran saya selalu terjadi ketika saya betul-betul mau berendah hati, betul-betul mau jujur pada diri sendiri dan betul-betul mau tegas memilih hening dibanding memilih hanyut pada drama sigel. Mak selalu berkata, ini hanya soal KEMAUAN, mau hening atau tidak. KEMAUAN ini lah kuncinya.

Saya mencoba menengok sebulan ke belakang dan langsung mengingat kata-kata Mas Guru, lebih tepatnya “titah” Mas Guru bahwa saya harus setekun Mas Komeng kalau LoC saya mau naik.

Dari titah tersebut, saya mulai menambah porsi latihan formal saya — yang ternyata banyak sekali obsesi di balik keinginan peningkatan ketekunan itu. Saya menjalankan medfor seperti wajib militer. Kenapa? karena ingin mendapatkan evaluasi yang bagus karena ingin membuktikan diri bahwa saya bisa kok tekunnya seperti Mas Komeng karena ingin memenuhi obsesi dan mendapat pengakuan. Queen of Obsession sungguhlah tidak kaleng-kaleng 😂😆

Momentum itu datang ketika akhirnya saya mau berendah hati menulis Jurnal Sigel Harian yang saya abaikan beberapa lama dengan alasan sok sibuk. Dari situ juga, saya benar-benar memahami pentingnya mengetatkan TiR. Seminggu pertama latihan TIR, tentu saja deadline saya missed semua ahahaha. Namun, di suatu waktu, saya mengalami AHA moment. Ketika itu, saya sedang meeting bersama kontraktor. Biasanya bila meeting dengan kontraktor, saya pasti panen sigel, tapi kok kali ini saya merasakan kedamaian. Sambil beliau berbicara, saya kok tidak ada keinginan melawan maupun defensif — saya justru benar-benar menikmati nafas saya. Dan biasanya, beliau yang kadang sulit diajak bekerjasama, tiba-tiba tektokannya jadi mudah. Di hari yang penuh meeting yang biasanya juga penuh spaneng itu, saya justru mengalami hari bersukacita. Rasanya hidup indah sekali bila kita betul-betul hening.

Dari situ, saya menemukan keasikan hening. Selalu pengen hening karena rindu terbebas dari drama tidak bermutu. Selalu pengen hening karena rindu merasakan “kehangatan” di dada sewaktu saya menyadari dan menikmati nafas saya.

Tentu saja, tingkat kesadaran ini dinamis sekali. LoC 500 mengingatkan saya akan perjalanan naik gunung. Ini bagai sebuah jalan setapak menuju puncak gunung yang kanan kirinya jurang. Mudah sekali untuk tergelincir jatuh karena kecerobohan sendiri atau karena ketidakwaspadaan untuk langsung merunduk ke tanah begitu angin kencang datang. Di tingkat kesadaran ini, kewaspadaan harus lebih ekstra, kerendahan hati harus lebih ekstra, pokoknya segala-galanya harus lebih ekstra karena ujian praktek dan tantangannya juga ekstra.

Namun, apapun resiko dan tantangan itu akan saya tempuh dengan bersukacita, karena saya ingin sekali menjadi bagian dari cita-cita Agung: terwujudnya Bumi Surgawi.

Ibu Bumi dan seisinya, berbahagialah ♥️

Niniek Pebriany

Share:
×

Rahayu!

Klik salah satu tim kami dan sampaikan pesan Anda

× Hai, Kami siap membantu Anda