Skip to main content
Refleksi

Perjuangan Menuju Shanaya – Meninggalkan Hidup Penuh Drama Menuju Bahagia

22 November 2023 Wening Fikriyati No Comments

Beberapa waktu terakhir ini, saya mengalami akselerasi yang signifikan dalam peningkatan kesadaran. Dimulai dari momen dibukanya skor kejujuran di Sagrada, grup para leader. Di situ saya mengakui masih ada topeng ketidakjujuran yang tersisa, meski rasanya, saya jauh sudah lebih jujur dari sebelumnya. Selain itu juga, saya masih ada kesombongan, meski angkanya kecil. Saya berupaya membereskan skor tadi dengan mengingatkan diri untuk lebih niteni saat latihan hening, momen-momen apa saya pengen dan bablas sombong. Sambil tetap latihan hening dan bertekad membereskan sigel, saya berupaya rendah hati menangkap pembelajaran di keseharian buat saya sendiri. Saya berusaha melakukan yang terbaik di setiap peran yang saya jalani.

Hingga tiba-tiba, ada momen di tengah obrolan membahas luka batin, saya mampu berefleksi atas berbagai kepedihan, skandal, & tragedi yang pernah saya alami selama ini. Luka batin yang bertumpuk itu ada dan selama ini jadi penyebab berbagai watak angkara dan ilusi yang membuat samsara. Hari demi hari di Sagrada, itu saya dengan serius mengikuti diskusi, berefleksi melalui tulisan, dan mengungkapkan berbagai ganjalan, luka batin dan ilusi yang saya temukan dalam hening secara jujur. Ini laundry super yang saya sendiri merasa pusarannya sangat kencang. Sigel-sigel diaduk dan dikosek sampai kinclong jiwa raga ini. Berbagai puzzle pemahaman yang terserak sepanjang 2021-2023 seakan menjadi klop. Ada pemahaman yang lebih utuh tentang diri saya, tentang peristiwa-peristiwa yang membawa luka batin beserta paket pembelajaran yang saya dapatkan.

Momentum yang pas, ditambah kejujuran dan kerendahan hati, membuka pintu yang lebar bagi anugerah semesta, untuk membereskan akar-akar luka batin, yang selama ini jadi penyebab beragam sigel.

Beberapa waktu terakhir ini juga, saya banyak mengalami dan dapat pemahaman lagi tentang apa yang disebut pasrah. Apa maknanya menjadi wahana semesta. Setelah menjalani ini, yang saya temukan adalah rasa syukur atas kesempatan hidup yang saya jalani. Jiwa yang merasakan tenang & damai inilah, yang selama ini saya cari dan semakin menguatkan trust pada Guru dan ajaran di Persaudaraan Matahari. Beban penderitaan yang selama ini tidak saya pahami, tidak saya ketahui (karena lupa & berusaha saya lupakan), akhirnya bisa dilepaskan.

Menengok perjalanan spiritual setahun terakhir ini, memang jadi fase peningkatan kesungguhan dan ketekunan dalam belajar spiritual. Sejak awal gabung PM saya merasanya serius belajar. Tapi serius itu tidak dibarengi kerendahan hati untuk mengosongkan gelas, malah ngotot dengan cara belajar sendiri ditambah cocoklogi dengan ajaran yang sebelumnya saya pelajari. Jadilah saya jungkir balik, ambrol, naik, stagnan, dan hanya mengandalkan kesetiaan serta keyakinan, pada ajaran yang masih minim saya alami secara otentik. Kurang lebih itu yang terjadi selama 2021-2022. Saya berupaya bertahan di jalan ini, meski ditentang oleh keluarga dan pasangan saat itu. Setia tapi ngeyel menghasilkan daya tahan terhadap kesulitan dalam menjalani laku hening. Tapi ya ini tidak cukup, gerak penyelarasan semesta yang semakin cepat membuat saya harus punya tekad kuat untuk mengubah cara belajar.

Sejak retreat terakhir di Jogja, saya punya semangat baru dalam berlatih hening. Saya betul-betul merasakan momen surgawi. Saya dipulihkan dari proses jatuh bangun, dikuatkan semangatnya. Lalu di akhir 2022, tiba-tiba saya diceraikan suami, atas pilihan saya bertahan di jalan keheningan ini. Dalam proses melampaui kemelekatan pada keluarga itu, saya mendapat anugerah kesempatan untuk digembleng di Mabes. Saya memproses peralihan status baru saya, dengan jatuh bangun. Awalnya saya bertanya-tanya, “hidup saya, kok tiba-tiba begini ya?” Tapi anehnya, di titik ini saya tidak lagi menganggap peristiwa ini memedihkan dan menyeramkan. Saya justru sedang diselamatkan dari pernikahan, yang sebenarnya sudah tidak selaras lagi dipertahankan & membahayakan keselamatan jiwa raga saya. Kalau kata Guru, andai pernikahan itu berlanjut, mungkin saya sakit lever 😂.

Sejak di Mabes, saya belajar lagi tentang bentuk kongkrit dari kesungguhan dan ketekunan, lewat diskusi intensif di berbagai kesempatan. Aplikasi hening dalam keseharian, pemahaman dan praktik akan laku hening formal dan topo ing rame, cara menghadapi sigel dengan hening juga diperbaiki. Selanjutnya terus menerus mengubah cara lama yang sudah tidak mempan lagi, untuk fase pembelajaran yang sekarang. Ini cukup sulit, tetapi justru terbantu lewat proses belajar bersama teman-teman yang masih baru. Nggak bisa lagi mempertahankan cara lama meskipun banyak temennya, karena saya maunya melangkah maju. Tadinya saya takut, tidak mampu melewati proses aksleratif ini, melihat di sekeliling saya teman-teman banyak yang tumbang. Tapi kalau ada kemauan dan tekad, ternyata saya bisa melangkah sesuai dengan kapasitas saya. Saya sadar bakat spiritual saya tidak tinggi-tinggi amat, tapi Guru selalu bilang yang penting kerja keras saat ini.

Saya menyadari perjalanan ini masih jauh dan masih banyak PR yang harus dibereskan menapaki tangga kesadaran berikutnya. Jalan yang berliku dan terjal harus dilalui agar semakin bertumbuh jiwa saya. Bersyukur ada saudara-saudara di PM yang menjadi teman menertawakan kegoblokan di masa lalu. Ada Guru sang Penuntun Agung yang sudah lebih dulu melewati jalan berliku yang akan saya tapaki selanjutnya. Saatnya melanjutkan perjalanan dengan kewaspadaan, ketulusan dan kerendahan hati tingkat lanjut. Menjadi manusia berhati murni, manusia extraordinary yang “edan” tapi bahagia.

Matur nuwun Guru, Mbak Ay, dan teman-teman Sagrada Familia ❤️.

 

Wening Fikriyati

22 November 2023

Share:
×

Rahayu!

Klik salah satu tim kami dan sampaikan pesan Anda

× Hai, Kami siap membantu Anda