Skip to main content
Pijar KesadaranUncategorized

SANAD KEILMUAN SHD

9 June 2023 Persaudaraan Matahari No Comments

Ada yang bertanya kepada saya tentang sanad (silsilah/hierarki keilmuan/asal usul ilmu). Saya jawab bahwa saya adalah salah satu keajaiban dunia karena saya mencapai pencerahan spiritual tanpa ada guru berbentuk manusia yang membimbing.

Sebagian orang pasti akan bilang saya sombong. Dan saya pasti biasa-biasa saja karena sudah sangat sering dibilang sombong. Banyak orang kan tidak bisa membedakan antara apa adanya dengan sombong, antara menipu meninggikan mutu dengan rendah hati.

Sebetulnya bukan berarti saya tidak pernah berguru, justru saya pernah banyak berguru. Tapi saya terakhir punya guru di tahun 2015 lalu. Saya bisa dikatakan mengalami penuntasan momen purifikasi di layer conscious mind dan subconscious mind pada akhir 2018, setelah beberapa hari sebelumnya saya mengalami serangan metafisik yang sangat menyakitkan, yang membuat saya berada di titik antara hidup dan mati. Lalu, itu bisa dilampaui lewat kepasrahan total.

Saya sebetulnya jelas pernah berguru pada banyak orang meski ilmu yang saya ajarkan sekarang, termasuk yang saya tuliskan jadi buku – mulai dari Suwung, Sastrajendra, Kesadaran Ra, Tantra, Kesadaran Kristus, tidak ada hubungannya dengan para guru-guru saya di masa lalu. Saya punya pengalaman spiritual sendiri, saya bisa akses sumber pengetahuan kosmik sendiri, lalu itu yang saya tuliskan.

Mau tahu siapa yang pernah jadi guru saya?

Waktu saya masih muda di Bandung, saya belajar ilmu yang bisa dikategorikan sebagai kebathinan Islam. Saya ingat ada dua orang, salah satunya yang bisa mengobati jarak jauh, kalau menyembuhkan orang seperti lagi mengoperasi tapi tidak ada pisau bedahnya. Yang satunya lagi mengajari dasar-dasar thariqat, wirid dan tazkiyatun nafs (pemurnian jiwa), dia punya jamaah yang lumayan banyak. Lalu di Jakarta saya berkenalan dengan ilmu hikmah: yang intinya adalah laku wirid yang banyak, yang katanya untuk menata badan, memperbaiki nasib dan bonusnya adalah kekuatan supranatural. Orang yang mengajari ini saya ingat kerja sebagai satpam di Hotel Borobudur dengan kerjaan sampingan jualan gorengan yang bisa sangat laris. Dia juga lalu memperkenalkan saya ke salah satu koleganya yang membuka bengkel manusia, mendadani orang-orang yang rusak pikiran dan hidupnya. Dari belajar ilmu hikmah ini lalu saya lanjutkan di Cirebon, kepada guru yang mengijazahkan wirid yang harus dibaca 11.000 kali tiap malam dan tentu saya jalani selama beberapa waktu. Di Cirebon juga saya belajar tentang ilmu kebatinan Islam dari seorang mursyid thariqat. Cukup lama saya belajar pada beliau, lewat diskusi yang mengasyikkan. Dogma ilusif saya sebagian luruh di sini. Tapi saya gak pernah ikut baiat pada beliau.

Di 2008 saya mendapat wejangan dari seorang sesepuh yang jadi mitra pakde saya di Muntilan dalam membuat wayang. Beliau mengajarkan pokok-pokok agama Pransuh yang dianut simbah-simbah saya. Nah, wedaran tentang agama lokal ini juga saya dapatkan dari tetua Ugamo Malim, Tolotang, Kanekes, dan Sunda Wiwitan. Saya juga pernah diritual oleh Puang Matowa Saidi yang legendaris di Pangkep Sulsel.

Di 2010 saya mulai berkenalan dengan tokoh Kejawen yang dulu blognya sangat populer. Hubungan kami berakhir di 2012. Tentu saja beliau ini saya sebut sebagai mantan guru karena memang pernah membimbing saya. 2012 ini juga saya bertemu lagi dengan seseorang yang penampilannya sangat meyakinkan, mengajari tradisi Hindu Jawa, menggembleng saya lewat wedaran di kaki Gunung Lawu semingu sekali selama 6 bulan, dikombinasi dengan tirtayatra di banyak tempat. Ada beberapa ritual yang saya ikuti juga sehingga saya kenal apa itu minyak apel jin. Tapi ujungnya mantan guru saya yang penampilannya keren ini ditangkap polisi karena pamer pistol ilegal dan masuk penjara urusan penipuan.

Lalu saya dekat dengan orang Semarang yang fasih bicara spiritual Jawa, dan beliau  yang lulusan Seminari ini, kalo mau makan doanya lama banget. Tapi ujungnya ya berpisah juga. Ujungnya saya tahu beliau ini sindikat dana amanah bersama dua mitranya di Solo dan Jakarta yang penampilannya sangat meyakinkan. Di 2013 juga saya sempat belajar pada guru yang keren di Tulungagung, tapi cuma 3 bulan karena beliau meninggal di usia 47 tahun. Beliau ini orangnya selalu bersukacita. Beliau pula yang menyuruh saya makan lemper 17 biji tanpa minum dan jelas saya jalani karena saya sejak dulu sangat patuh pada guru. Selanjutnya, saya belajar sekaligus jadi mitra dalam menulis buku dan mengajar dari sesepuh yang dulu tinggal di Solo. Beliau ini tergolong sangat cerdas alias jenius dan tampilannya bersahaja. Ini kontras dengan beberapa mantan guru sebelumnya. Saya berpisah dengan beliau di akhir 2015. Dan tentu banyak hal bagus yang saya dapatkan. Tapi saya memang harus berpisah, kalau tidak saya akan tetap di LoC 50 bahkan bisa lebih rendah – tidak mungkin juga saya bisa jadi guru spiritual keren seperti saat ini.

Sejak 2016 saya tidak punya guru. Saya lelah berguru dan saya hanya ikuti apa dorongan hati. Lalu saya malah mulai jadi Guru yang di zaman itu membangun komunitas bernama Padepokan Pengging, yang kemudian saya non aktifkan. Setelah jatuh bangun di 2016-2017, di 2018-2019 saya mulai mapan sebagai Guru Spiritual lewat wadah Mahadaya Institute yang kemudian di 2021 berubah jadi Persaudaraan Matahari.

Demikianlah perjalanan keilmuan saya. Sekarang saya bisa mengajarkan tentang Suwung, Tantra, Jalan Buddha, Kesadaran Kristus, Druid, ajaran Zarathustra, dll karena saya memang tekun hening dan banyak berkelana di Asia – Eropa. Saya mendadak mengerti, bisa menulis dan mengajar, tentang berbagai tradisi spiritual dunia. Bukan karena ada manusia yang mengajari, tapi ya lewat cara lain saya yang dulunya culun bertransformasi jadi jenius spiritual. Sebetulnya ada rahasianya, tapi kalo saya omongin saya pasti dibilang sombong dan halu lagi. Kapan-kapan aja saya bocorin.

Oh ya, ada beberapa mantan murid saya yang sekarang jadi guru spiritual juga. Jelas mereka tidak ada hubungan dengan saya. Yang mereka ajarkan beda 180 derajat dengan yang saya ajarkan, dan jelas mereka itu dulu tidak lulus sebagai murid saya, tidak mengerti dan tidak konsisten mempraktikkan apa yang saya ajarkan. Jadi ya tanggung jawab masing-masing.

 

Setyo Hajar Dewantoro

9 Juni 2023

Share:
×

Rahayu!

Klik salah satu tim kami dan sampaikan pesan Anda

× Hai, Kami siap membantu Anda