
Pengertian umum keberlimpahan (abundance) adalah tentang ketersediaan objek yang dibutuhkan atau diinginkan dengan jumlah lebih banyak dari yang dibutuhkan atau ‘ada lebih dari cukup’. Tolok ukurnya sangat beragam sesuai dengan kebutuhan dan hasrat yang ingin dipenuhi, biasanya dikaitkan dengan besar kecilnya kepemilikan materi. Manusia yang disebut memiliki berkelimpahan, umumnya diukur dari seberapa banyak materi yang bisa dimiliki dan seberapa besar kebutuhan yang dapat terpenuhi.
Dalam Spiritual Murni SHD, saya menemukan bahwa pengertian keberlimpahan bukanlah tentang ‘ada lebih dari cukup’, tetapi tentang bagaimana menyikapi apa yang menjadi ‘jatah’ bagi pemenuhan kebutuhan hidup, yang dibatasi oleh rajutan karma. Apakah bisa menyikap ‘jatah’ dengan ‘Rasa Syukur yang Tulus’ atau menyikapi dengan tidak bersyukur; kalkulasi untung-rugi, protes, menuntut yang lebih dan membandingkan dengan orang lain.
Batasan menjadi cukup atau tidak, bukan berdasarkan besar-kecil materi dan bukan berdasarkan banyak-sedikitnya kesenangan atau hasrat ego yang dapat terpenuhi. Batasannya adalah ketika mampu atau tidak ‘Bersyukur dengan Tulus’, di sinilah titik manusia akan merasa cukup atau tidak pernah cukup. Sebelum mampu bersyukur dengan tulus, pasti akan timbul tuntutan baru, kalkulasi baru, perbandingan baru, keinginan baru, hasrat baru yang tidak ada habisnya.
Apabila sebuah keinginan yang terpenuhi tanpa dibarengi rasa syukur yang tulus, maka akan berlanjut menginginkan sesuatu yang lebih lagi dan lagi. Kemampuan untuk bersyukur dengan tulus menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari proses mencapai keberlimpahan (abundance).
Dalam Spiritual Murni SHD, idealnya keberlimpahan diciptakan melalui apa yang disebut dengan medan energi diri yang jernih, bersih, selaras, tanpa noda yang berasal dari ‘Sisi Gelap (shadows)’. Keselarasan medan energi manusia dipengaruhi oleh seberapa banyak timbunan ‘Lima Faktor Pengeruh Jiwa’ yang disebut dengan sisi gelap (shadows) di dalam diri. Maka, melalui praktik meditasi pemurnian jiwa Spiritual Murni SHD, mental jiwa raga akan ‘dibersihkan’ atau ‘dimurnikan/dipurifikasi’ terlebih dahulu. Setelah mental jiwa raga ini menjadi bersih dan jernih dari kotoran jiwa (sisi gelap/shadows), maka ‘Level Kesadaran (LoC)’ akan meningkat dan menciptakan medan energi yang lebih baik.
Semakin bersih dan jernih ‘Mental Jiwa Raga (mind body spirit)’ maka semakin tinggi ‘Level Kesadaran (LoC)’. Semakin tinggi ‘Level Kesadaran (LoC)‘, maka medan energi semakin baik dan selaras. Ketika medan energi diri meningkat dan semakin selaras, maka akan menarik hal-hal yang sepadan bagi kehidupan.
Tapi, apakah keberlimpahan hanya bisa dicapai apabila level kesadaran ideal saja? Tentu tidak, dong.
Bagi yang belum mencapai level kesadaran yang ideal, modalnya adalah pola pikir (mindset) yang tepat dalam menyikapi berbagai situasi dalam kehidupan. Dengan kesadaran dan pemahaman yang baik akan bekerjanya ‘Hukum Semesta’ di Jagat Raya ini meliputi kehidupan umat manusia di Bumi; seperti hukum tarik-menarik dan hukum sebab-akibat, maka kita akan mengerti bahwa apa pun situasi yang hadir bagi diri saat ini merupakan hasil dari rajutan karma yang kita ciptakan sebelumnya.
Dengan kepasrahan, ketulusan, dan menerima apa pun sebab-akibat yang sedang kita jalani, dengan memahami secara utuh pembelajaran yang harus kita hayati, dan melalui sikap serta pola pikir yang tepat, maka bersyukur dengan tulus dapat dilakukan walaupun belum memiliki level kesadaran yang ideal sesuai ‘Standar Langit’. Walaupun belum menjadi manusia berkualitas ‘Gran Turismo (GT)’, maka dengan habit bersyukur yang tulus, keberlimpahan dapat dinikmati. Dengan rasa syukur yang tulus, maka setiap situasi akan terasa sebagai keajaiban bagi kehidupan.
Tentu, dengan praktik meditasi/hening pemurnian jiwa dan memiliki mental jiwa raga yang bersih dari sisi gelap (shadows), akan semakin mudah untuk bersyukur dengan tulus dalam setiap bentuk situasi kehidupan. Rasa bersyukur yang stabil dan konsisten, tidak terdistorsi oleh kehendak ego yang dipengaruhi oleh sisi gelap (shadows) di dalam diri.
Rasa syukur yang tulus secara natural akan hadir dengan sendirinya, seiring dengan semakin bersih mental jiwa raga dari sisi gelap, melalui ketekunan dan konsistensi praktik meditasi/hening pemurnian jiwa Spiritual Murni SHD.
Jadi, sebenarnya tidak ada alasan bagi siapa pun untuk tidak merasakan keberlimpahan. Karena sebenarnya sepanjang hari kita selalu dilimpahi banyak sekali anugerah bagi kehidupan.
Hanya saja ketika mental jiwa ragamu terlalu gelap gulita oleh sisi gelap (shadow) sendiri memang sulit merasakan anugerah hidup yang berlimpah-limpah diberikan kepada kita semua. Bahkan, sesederhana nafas natural pun sulit sekali disyukuri, karena terpenjara oleh keinginan egoistik yang maunya selalu dipenuhi.
Ay Pieta
Pamomong dan Direktur Persaudaraan Matahari
21 Maret 2025
Reaksi Anda: