Sepertinya ada konsepsi pengertian disiplin yang kurang tepat sehingga menyebabkan makna kata ini menjadi terdegradasi. Imaji disiplin selalu dikaitkan dengan pemaksaan dan penyiksaan sehingga banyak yang alergi dan resisten spontan ketika membaca kata ini. Kalau memakai jasa gugel, pengertian umumnya adalah rasa ketaatan dan kepatuhan terhadap nilai-nilai yang dipercaya dan menjadi tanggung jawabnya. Tidak ada gambaran pemaksaan dan keterpaksaan dalam pengertian dasarnya.
Tentu saya pernah mengalami aksi disiplin dalam nuansa keterpaksaan, dilakukan atas landasan takut dengan hukuman. Sebaliknya saya pun telah mengalami sebuah aksi disiplin yang dilakukan dengan sukacita, la dolce vita. Disiplin yang dilakukan tanpa metode wajib militer, tanpa keterpaksaan dan tanpa basis ketakutan.
Ketika menegakkan disiplin untuk melatih ketekunan dalam proses belajar Ajaran Spiritual Murni Setyo Hajar Dewantoro (SMSHD), saya sering menangkap resistensi yang besar terhadap kata disiplin. Padahal salah satu teknik meditasi/hening SMSHD adalah ketekunan.
Lalu pada suatu pagi saya membaca konten media sosial yang lewat di beranda, entah milik siapa. Kalimat yang langsung terserap secara spontan karena bagi saya merupakan pengertian yang lebih pas tentang disiplin, ketimbang gambaran seperti Wajib Militer (Wamil).
Discipline is falling in love with doing difficult things everyday until they become easy.
Nah, ini baru tepat. Terima kasih kepada penyair yang telah mengungkapkan makna disiplin dengan lebih tepat tanpa mendegradasi pengertian indahnya.
Disiplin itu seperti ketagihan melakukan apa yang tadinya dianggap sulit setiap hari sampai hal tersebut menjadi terasa mudah. Misalnya, menyapu – bagi yang tidak suka menyapu, tentu pekerjaan ini akan dianggap sulit dan tidak menyenangkan. Biasanya dengan sebuah keterpaksaan, dimulailah menyapu setiap hari sampai suatu hari pekerjaan ini menjadi terasa mudah, bahkan bikin ketagihan. Inilah disiplin. Sebuah transformasi terjadi pada kegiatan menyapu yang tadinya dianggap tidak keren, sulit, melelahkan dan menyiksa.
Menurutmu yang apa yang berubah dari situasi ini, transformasi apa yang terjadi? Apakah pekerjaannya berubah? Alat sapunya yang berubah? Atau cara berpikirmu yang berubah?
Jelas yang berubah adalah pola pikirmu terhadap objek yang dianggap tidak menyenangkan. Objek yang tidak menyenangkan ego akan dianggap sebagai ‘kesulitan’. Resistensi atau penolakan terjadi dalam pikiran sebagai hasil kalkulasi untung rugi, perhitungan waktu, asumsi atas kemampuan diri yang menyatakan wah saya tidak suka menyapu, dan seterusnya. Kemudian sebuah situasi keterpaksaan akan membuatmu memaksa diri dalam disiplin untuk menyapu sampai suatu hari pikiranmu punya data baru yang merekam antitesis dari asumsi yang keliru tentang menyapu dan kemampuan diri untuk menyapu. Bahkan, dalam tahap selanjutnya ketika ketulusan sudah tercipta, kita ingin melakukan menyapu hanya karena rasa sukacita melihat lantai yang bersih dan rasa bahagia ketika melihat penghuni ruangan yang kita sapu itu merasa nyaman berada di lantai yang bersih.
Pola pikir yang dibentuk dalam rangka penolakan atau resistensi disebut sering disebut dengan mental block. Yaitu, pikiranmu sendiri yang membuat dinding penghalang berupa dinding keraguan, dinding kemalasan, dinding ogah rugi, dinding berhitung imbal balik, dinding egoisme bagi diri sendiri, dinding ketidaktulusan, dinding khayalan hasrat egoistik, dan lain-lain. Dalam Ajaran SMSHD inilah yang disebut manifestasi sisi gelap. Kekeruhan jiwa yang dicipta oleh pikiran sendiri sehingga membuat jiwa penuh dengan penghalang sehingga benih Ilahi sulit untuk bertumbuh.
Disiplin merupakan bagian dari seni memimpin diri (self leadership), dan variabel terciptanya INTEGRITAS.
Persis seperti yang pernah dijelaskan oleh para mentor Avalon dalam sesi Avalon Leadership Online Course (ALOC) bahwa kepemimpinan bukanlah hanya perkara memimpin orang lain, tapi yang utama adalah bagaimana memimpin diri sendiri.
Ketika berdisiplin, maka di sinilah kita melakukan kepemimpinan pada diri sendiri. Tidak perlu muluk-muluk memimpin organisasi besar atau negara dulu, tapi cukup dengan memimpin pikiran sendiri, memimpin sikap diri dalam memilih mana yang selaras atau tidak, memimpin kehendak bebas untuk menentukan mana yang sudah diketahui baik atau benar, memimpin kebebasan memilih untuk mengarahkan kepada pilihan yang tepat.
Maka jelas, disiplin memegang peran penting dalam proses belajar SMSHD. Karena syarat menjadi ahli meditasi/hening metode SMSHD adalah memiliki disiplin dan integritas yang baik terhadap komitmen berlatih dan komitmen memenuhi standarisasi ajaran.
Standar langit yang menjadi tolok ukur keberhasilan memang sebuah barang paling langka di muka Bumi dan selalu dianggap omong kosong oleh sebagian besar anggota komunitas. Karena pembuktian hanya akan terjadi apabila mampu menjalankan metode belajarnya dan memenuhi syarat belajarnya sehingga mengalami kesaksian. Kalau tidak mampu ya wassalam, boro-boro pembuktian dan kesaksian, yang ada antara syaraf rusak karena konsisten ngeyel, atau makin ilusif penuh khayalan.
Dalam proses belajar ajaran SMSHD, memimpin diri untuk memilih tindakan yang sudah diketahui merupakan tindakan yang dianjurkan dan diarahkan sesuai ajaran, merupakan contoh laku disiplin itu sendiri. Dari disiplin ini maka tercipta ketekunan dan kemudian membentuk sebuah integritas, yaitu kesesuaian antara ucapan sendiko dawuh yang diobral di WAG dengan pengetahuan yang dihafal oleh kognisi dan sinkronitas dengan perbuatan nyata di keseharian
Disiplin memang obat manjur untuk para pemalas.
Menciptakan disiplin sampai suatu hari jatuh cinta melakukan hal yang sama tentu membutuhkan ketangguhan dan persistensi. Ketangguhan menepis hasrat ego yang selalu colak-colek sepanjang waktu dan persistensi dalam mematuhi syarat dan ketentuan Ajaran SMSHD. Dari sebuah disiplin, maka akan terjadi sebuah konsistensi dan membantu melatih ketulusan dan berbagai variabel utama teknik meditasi/hening lainnya.
Banyak kisah lucu seputar isu psikologis bernama disiplin yang terjadi di arena pembelajaran Spiritual Murni SHD. Umur memang bukan penghalang karena pada usia yang tidak muda, namun tetap memilih sikap seperti anak balita yang harus selalu diberi iming-iming, ditawarkan hadiah, bahkan perlu tercolek dulu rasa takutnya, agar mau menikmati nafas natural dan membersihkan jiwa dari kekeruhan yang diciptakan sendiri, oleh pikirannya sendiri.
Ironis ya, wong kunci keberhasilan adalah ketulusan tapi malah budaya pamrih yang penuh dengan kalkulasi imbal balik malah dipegang teguh. Kita memang memilih sendiri mau menjadi manusia berkualitas seperti ksatria kerupuk atau ksatria sejati.
Tanpa perlu ikut wajib militer di kamp tentara yang akan perang, disiplin bisa terjadi dengan basis ketulusan dan sukacita, kalau mau.
Kalian pilih ikut Wamil atau meditasi metode SMSHD?
Ay Pieta
Pamomong dan Direktur Persaudaraan Matahari
3 November 2024
Reaksi Anda: