Skip to main content
Refleksi

DISONANSI KOGNISI

3 December 2024 Ay Pieta No Comments

Pengertian disonansi kognisi atau Cognitive Dissonance dalam teori psikologi adalah untuk menggambarkan kebingungan karena apa yang ada di pikiran berbeda dengan yang diucap dan diperbuat. Di lingkungan PM sering juga disebut dengan gejala ‘syaraf korslet’ akibat memilih untuk tidak berintegritas.

Dalam dunia Spiritual Murni Setyo Hajar Dewantoro (SMSHD), aktivitas kelembagaan menjadi ajang kalibrasi bagi fenomena disonansi kognisi dalam tataran materiel karena kerja dalam karya yang nyata, tidak hanya ngawang penuh khayalan indah akan langit surga.

Saya belajar sangat banyak dari situasi yang nyata terjadi di semua lembaga asuhan Guru SHD, Sang Pemimpin secara totalitas memberi kesempatan pemberdayaan tanpa batas, melampaui batasan korporasi dan kenormalan dunia bisnis. Tetapi, hasilnya adalah yang diberdayakan malah seenak udhele dhewe, bertindak amoral, bahkan memanipulasi berbagai ruang pengembangan diri yang diberikan. Akal sehat seperti menguap lenyap sehingga tidak paham lagi tentang apa itu moralitas standar atau etika kerja yang wajar dan berlaku umum. Padahal situasi dalam lingkup kepegawaian yang umum terjadi justru sebaliknya, yaitu pemimpinnya yang tidak memberdayakan pegawainya.

Ada lagi kisah ketenagakerjaan umum, yaitu anak buah yang menjadi ‘korban’ keberhasilan pemimpin, di sini pun ikutan terbalik dengan apa yang terjadi di semua lembaga asuhan Guru SHD. Karena dalam ruang lingkup pembelajaran SMSHD beserta seluruh ruang geraknya, jelas Sang Pemimpin selalu mengajak agar semua berhasil, berdaya, dan berdikari. Tetapi, ajaibnya yang diajak untuk berhasil malah menolak untuk menjalankan prosesnya dan sibuk dengan aksi pemberontakan demi mempertahankan agenda egoistiknya.

Ada lagi kisah pemimpin seorang Ibu Rumah Tangga yang sudah sangat dewasa, biasa ngurus anak banyak. Tapi, karena tidak mengerti misi visi dan value sebagai pedoman organisasi, sehingga pada praktik di lapangan boro-boro mengayomi, malah sibuk dengan kesenangan pribadi dan menyebar bibit makar mengajak kompakan melawan aturan organisasi. Ada juga pemimpin pendidikan tinggi sampai level “S” lebih dari satu, sangat cinta lingkungan dan aktivis sosial, ternyata sibuk menjaga citra baik seolah-olah mengemban misi visi nan mulia. Tapi, kok malah menjauh dari value organisasi dan malah mengajarkan untuk tidak menghargai hierarki organisasi, tidak peduli kondisi organisasi dan tidak peduli juga mau diperbaiki apa tidak.

Ada lagi kisah pemimpin dengan profesi guru/pengajar/pendidik, yang sehari-hari mengajarkan value pedoman hidup, mendidik dalam bentuk praktik. Tahunya di lapangan terjadi sebaliknya, malah menjadi teladan yang tidak selaras dan hanya mau mengutamakan kepentingan pribadi. Ada juga kisah pemimpin yang dianggap senior yang terkenal paling hafal semua ilmu kebajikan, tapi di lapangan ternyata jauh dari bijaksana dan logika sehat, sehingga kerjanya hanya sibuk cari panggung dan membentuk kelompok fans sendiri.

Semua pihak terkait ini tentu sudah mendengarkan wedaran kebangsaan ratusan kali, wedaran spiritual ratusan kali, bikin refleksi indah ratusan kali, tapi tetap praktik di lapangan terjadi sebaliknya. Berkali-kali menyampaikan persetujuan, ikrar dan kebanggaan akan nasionalisme dan pemurnian, tapi kemudian tidak pernah menjadi perilaku dalam praktik nyata di keseharian. Disonansi kognisi alias korslet menjadi jelas terlihat ketika tidak ada integritas antara pikiran, ucapan, dan perbuatan. Dan, semua ini akarnya adalah SISI GELAP.

Andaikata semua pihak memiliki kesadaran yang baik, dalam pengertian kemurnian jiwa yaitu sisi gelap telah sirna, maka bisa dipastikan tidak perlu lagi ribuan saintis dan psikolog mencari metodologi untuk pengembangan manusia (human development). Sejak zaman sejarah, para filsuf dan saintis bekerja keras tiada henti meriset metodologi untuk pengembangan manusia saking, “Kenapa susah banget ya ini para umat manusia dikembangkan jadi lebih baik, yaowoh”.

Disonansi kognisi terjadi lagi ketika pemimpin berkesadaran baik menerapkan standar kualitas kerja yang sama di semua kegiatan berlembaga. Tentu ini merupakan hal yang wajar, karena jelas Ajaran SMSHD berpedoman pada pendidikan berbasis keteladanan, bukan omdo (omong kosong). Sementara para netijen yang hobi misuh-misuh tentang kepemimpinan yang tidak memberi teladan, pemimpin korup dan kejam semena-mena, ketika praktik diberi teladan yang baik, malah terjadi protes dan pemberontakan juga. Seolah-olah sebenarnya tidak peduli, apakah pemimpin berhati murni dan menjadi teladan yang baik atau tidak, selama agenda egoistik terpenuhi dan ego tidak terusik, inilah pemimpin yang dicari.

 

Beginilah disonansi kognisi terjadi, korslet antara apa yang digembar-gembor dalam ucapan dengan perilaku di keseharian, sehingga tidak pernah sepadan. Pedoman berupa value yang disediakan pun hanya jadi hiasan cantik yang hanya perlu dihafalkan, namun dianggap tidak penting untuk diamalkan selama kesenangan pribadi terpenuhi.

Berbagai pendekatan human development dituangkan melalui beragam jalur dan landasan, baik psikologi, biologi, maupun neurosains. Sedangkan dalam kacamata SMSHD, akar dari semua carut marut problematika perilaku dan karakter yang dituangkan human development adalah SISI GELAP/ SHADOWS. Dalam Ajaran SMSHD, ada lima kategori sisi gelap yang menjadi akar asal muasal bagi semua beragam isu psikologis, biologis, dan neurosains, yang mempengaruhi perilaku dan karakter manusia.

Solusi cantik dan ajaib melalui Ajaran SMSHD adalah dengan pemurnian jiwa raga, akar masalah berupa sisi gelap (shadows) dibersihkan dengan Tongkat Ajaib meditasi/hening metode SMSHD. Ketika bermeditasi/hening metode SMSHD dengan kualitas yang baik, maka proses purifikasi/pemurnian/pembersihan sisi gelap akan berjalan membersihkan sisi gelap sehingga meningkatkan level kesadaran.

Kotoran bernama sisi gelap (shadows) yang tadinya menghalangi pertumbuhan kesadaran murni dibersihkan perlahan melalui meditasi/hening metode SMSHD. Hasrat egoistik dibersihkan, luka batin dibersihkan, watak angkara dibersihkan, ilusi dibersihkan, dosa dan jeratan kuasa gelap pun dibersihkan, sehingga secara logis manusia akan lebih mudah bertumbuh dan membentuk karakter manusia ideal yang akan bermanfaat bagi kehidupannya, secara kesadaran tidak lagi bantet karena keberatan koleksi sisi gelap.

Bagi yang hanya menghafalkan teori kebajikan Ajaran SMSHD-nya saja tanpa laku meditasi/hening dengan metode ajaran ini, maka akan rentan terjadi disonansi kognisi atau dalam Bahasa SMSHD disebut juga mengalami ‘syaraf korslet’. Antara pengetahuan yang dihafalkan, diucapkan kembali, atau dituliskan kembali, tidak pernah sinkron dengan perilaku dan perbuatan.

Contoh konkret dalam lingkup pembelajaran misalnya, ketika tidak ada rasa tanggung jawab dalam mengamalkan Ajaran SMSHD karena lokus perhatian hanya pada agenda egoistiknya saja bukan pada ajarannya. Disonansi kognisi atau korslet terjadi karena benturan energi antara hasrat egoistik yang kuat sepaket bersama rombongan sigel beradu dengan teori dalam bingkai Ajaran SMSHD.

Penderita disonansi kognisi ini rata-rata merasa pola pikirnya sudah tepat secara kognitif. Mampu berucap dan menjaga agar terlihat tepat sesuai teori yang dihafalkan. Tetapi, ketika dibumikan dan dimaterielkan menjadi perbuatan, baru terlihat perbedaan yang signifikan dan tidak ada integritas sehingga berdampak kepada setiap karya.

Semua ini obat sederhana yang cespleng hanya satu, yaitu pemurnian jiwa, dengan alat berupa Tongkat Ajaib meditasi metode SMSHD. Saya sih sudah membuktikan, ya. Silakan, bagi yang berminat turut melakukan kesaksian dan pembuktian, tinggal lakukan saja apa yang diajarkan.

 

Ay Pieta
Pamomong dan Direktur Persaudaraan Matahari
3 Desember 2024

Share:

Reaksi Anda:

Loading spinner
×

Rahayu!

Klik salah satu tim kami dan sampaikan pesan Anda

× Hai, Kami siap membantu Anda