Skip to main content
Refleksi

MEDITASI SMSHD, RILEKS ATAU NGANTUK?

8 December 2024 Ay Pieta No Comments

Sebelum kenal Ajaran SMSHD, yang saya mengerti tentang tujuan meditasi adalah untuk mendapatkan kondisi rileks, meredakan ketegangan, dan mengalami relaksasi, baik secara fisik maupun pikiran. Dengan tubuh rileks, maka pikiran rileks, dan sebaliknya – dengan pikiran rileks, maka diharapkan tubuh pun menjadi rileks. Berbagai metode untuk mencapai kondisi relaksasi fisik ini berkembang pesat, bahkan terorganisir secara global. 

Rupa-rupa metode, teknik, alat, aksesoris, bahan organik, bahan kimia, suasana, lokasi, substance, dan masih banyak lagi material yang dipakai dalam rangka mencapai kondisi relaksasi ini. Kondisi rileks ini dipercaya sebagai pemberi kenyamanan bagi indera umat manusia. Pada zaman now upaya untuk mendapatkan relaksasi ini disebut dengan ‘Healing’. Penyembuhan dianggap terjadi apabila rileks, lepas dari rutinitas, lepas dari kewajiban yang membebani hidup, liburan, dan lain lain. Semua aktivitas yang dianggap menyenangkan, maka inilah yang disebut relaksasi. 

Konsepsi umum ini memiliki andil besar terhadap proses belajar Ajaran SMSHD yang memiliki tujuan melebihi sekadar mendapatkan relaksasi. Dari sini muncul dua isu utama yang menjadi gap pemahaman antara ajaran antara Ajaran SMSHD dengan pengertian umum yang kadung melekat dan sulit dikalibrasi, yaitu tujuan meditasi dan pengertian relaksasi. Kalibrasi dan adaptasi terhadap kedua isu ini ternyata bisa menghabiskan waktu bertahun-tahun lamanya, apalagi bagi yang kadung melekat erat dengan pengertian relaksasi sebagai pembawa kenyamanan duniawi.

Banyak meditator yang memang pada dasarnya susah tidur atau mengalami gejala insomnia sehingga mencari suaka ngantuk melalui meditasi, atau ada juga yang kesulitan untuk tidur nyenyak dan kesulitan tidur yang berkualitas sehingga mengupayakan solusi melalui meditasi. Meditasi dianggap sebagai alat bantu untuk membawa kepada relaksasi, sehingga ketika ngantuk, dan tertidur, maka menganggap tujuan meditasi telah tercapai.

Saya menemukan cukup banyak pejalan keheningan Ajaran SMSHD yang senang bermeditasi dalam rangka mencari rileks, dalam pengertian nyaman fisik, ngantuk santuy, nyaris tertidur, bahkan terlelap tidur. Semakin terasa ‘menghilang’ dalam keterngantukan, maka dianggap tujuan meditasi tercapai dan dianggap telah memasuki dimensi yang berbeda, dan merasa berkualitas meditasi cukup baik. Padahal dalam Ajaran SMSHD dijelaskan bahwa kondisi rileks baru merupakan pintu gerbangnya, sebagai awal mula dari proses menuju meditasi, bukan tujuan akhir.

Ada yang sangat menyukai rasa ngantuk, fly separuh sadar melayang, dan ada yang sangat menikmati tidur. Rasa ngantuk yang merilekskan dan tertidur merupakan tujuan yang ingin dicapai dalam sebuah durasi meditasi. Ngantuk dianggap sebagai sebuah sinyal bahwa relaksasi tercapai, sehingga rasa ngantuk ini malah terus dipertahankan dan dinikmati walaupun akan bablas tertidur. 

Ada juga yang mengaku kemelekatan dengan rasa kantuk ini. Meditasi yang terngantuk dan tertidur adalah bentuk rileks yang nikmat sehingga yang bersangkutan (ybs) merasa kesulitan, bahkan enggan untuk melepaskan kenikmatan akan ngantuk dan tidur nyenyak selama meditasi. 

Cukup lama ybs berjuang melampaui rasa ketidakrelaan dalam melepas momen terhanyut pada rasa mengantuk ini. Ybs selalu memilih untuk membiarkan diri menjadi ngantuk dan tertidur saat meditasi, saking nikmatnya. Tarik-menarik antara melepas kenyamanan fisikal dengan keharusan untuk menjadi ‘SADAR PENUH’ selama meditasi menjadi fenomena unik yang menyebabkan kualitas meditasi/heningnya hanya mentok di 5% selama beberapa tahun.

Mari kembali kepada teknik hening SMSHD, dijelaskan fase meditasi melalui beberapa tahap:

  1. Relaksasi
  2. Keterhubungan
  3. Purifikasi
  4. Transformasi
  5. Kemenyatuan

Dalam parameter evaluasi SMSHD, relaksasi sebagai pintu gerbang menuju meditasi/hening terlihat dalam kualitas meditasi/hening di angka 5%. Yaitu, tercapainya relaksasi pada gelombang otak sehingga nafas natural lebih mudah untuk dihayati dan dinikmati dalam sebuah kesadaran secara terus menerus selama durasi meditasi/hening, inilah yang disebut dengan SADAR PENUH. 

Biasanya apabila mulai terasa mengantuk, ini pertanda menurunnya perhatian pada nafas natural atau menurunnya kesadaran. Terlebih ketika jatuh tertidur, maka dalam teknik meditasi SMSHD, meditasi tidak terjadi karena ‘tidak sadar’, yaitu tidak menyadari nafas natural. Apabila perhatian dan kesadaranakan nafas natural dapat terjaga dengan stabil, maka proses purifikasi/pemurnian jiwa dapat berjalan dengan optimal.

Banyak yang bersikeras mempertahankan pengertian relaksasi sebagai rileks fisik saja, sehingga setiap meditasi kerjanya mengupayakan agar tubuh terasa rileks dengan mengkondisikan pikiran seperti menyugesti, membayangkan sesuatu, berimajinasi, berkhayal, atau melamunkan sesuatu. 

Dalam kacamata Ajaran SMSHD, relaksasi tubuh yang dikondisikan dengan menyugesti, atau dengan memikirkan sesuatu yang dianggap membuat tubuh rileks, justru berakibat aktivitas gelombang otak meningkat. Dengan melakukan intervensi demi membuat fisik terasa rileks, gelombang otak malah tidak mengalami relaksasi, karena bekerja keras menciptakan suasana yang diinginkan. Sehingga jika diukur dalam parameter evaluasi SMSHD, kualitas meditasi/heningnya paling tinggi mentok di 4%.

Ada juga yang mencoba mencari jalan pintas dengan mendengarkan audio gelombang otak, memaksakan gelombang otak agar menjadi rileks demi tercapainya kualitas meditasi/hening sesuai standar Ajaran SMSHD. Hal ini bukan solusi untuk mencapai rileks dalam teknik meditasi/hening SMSHD. Sebaliknya akan menguatkan imajinasi yang sugestif dan akhirnya menjauh dari relaksasi standar Ajaran SMSHD.

Yah, begitulah Ajaran SMSHD memang bukan sekadar mencari relaksasi saja, Bapak Ibu sekalian, tapi untuk pemurnian jiwa dan evolusi jiwa. Maka, jangan merasa cukup ketika sudah terasa rileks pada tubuh saja. Jangan biarkan terkantuk-kantuk merebut kesadaran yang seharusnya dijaga, apalagi kemudian tertidur. 

Kalau mulai terasa mengantuk, saya selalu membuka mata atau melek sesegera mungkin, karena meditasi SMSHD tidak mengharuskan mata terpejam. Secara pribadi, saya memang kurang menyukai tidur dalam meditasi. Tetapi kalau terlalu mengantuk, saya nikmati saja tidurnya dan bersyukur. Kemudian, saya ulangi meditasinya ketika sudah bangun dan tidak mengantuk lagi.

Memilih membuka mata untuk mengurangi rasa kantuk ternyata menjadi perjuangan berat bagi sebagian besar pejalan keheningan SMSHD. Membutuhkan kemauan yang kuat dalam menggunakan free will-nya untuk memilih: membuka mata melatih untuk sadar penuh atau terus menikmati kengantukan dan membiarkan diri menjauh dari sadar penuh.

Jadi, dirimu memilih yang mana?

 

Ay Pieta
Pamomong dan Direktur Persaudaraan Matahari
5 Desember 2024

Share:

Reaksi Anda:

Loading spinner
×

Rahayu!

Klik salah satu tim kami dan sampaikan pesan Anda

× Hai, Kami siap membantu Anda