
Pernah dengar lagu gubahan Guru Setyo Hajar Dewantoro (SHD) yang berjudul ‘Raih Bahagia’?
Bagi yang menonton ‘Pagelaran Musik Hening’ pasti pernah mendengar.
Ada secuplik tembang Bali di akhir lagu yang selalu membuat air mata mendadak tes-tes-tes, baik ketika nonton live maupun menyimak rekamannya.
KSAYAN IKANG PAPA NAHAN PRAYOJANA
Terbebas dari samsara adalah tujuan dari kelahiran ini.
Sebelum kenal ‘Spiritual Murni SHD’, pengertian ‘Roda Samsara‘ hanya sebatas penderitaan fisik saja, seperti sakit atau kena musibah besar. Tidak mengerti kalau ada yang bernama luka batin, watak angkara, dan ilusi yang merupakan asal muasal terciptanya roda samsara. Pengertian ‘Senang dan Bahagia‘ pun masih sangat bersyarat apabila semua keinginan terpenuhi. Sebelum mengenal Spiritual Murni SHD, hidup memang seperti ‘tertidur’ dalam gelembung mimpi yang ilusif, belum ‘Bangun Kesadarannya (awake)’, belum keluar dari the matrix.
‘Siklus Ruminasi’ spektrum emosi dianggap sebagai kodrat manusia yang punya organ dan hormon, yang hanya perlu dikelola atau dimanajemen dengan ditekan (repress and supress), ditepis, dialihkan, disembunyikan, dan dilupakan. Kalau nongol lagi, ya, lakukan lagi cara yang sama.
Keahlian melupakan dan membudegkan dirilah yang terbentuk sebagai alat perlindungan bagi realitas jiwa, padahal dibaliknya menyimpan bom waktu. Hal inilah yang menyebabkan kepekaan dan kewaspadaan diri ‘Self-awareness’ menjadi tumpul.
Praktik ‘Mindfulness’ dan peningkatan ‘Self- awareness’ seharusnya menciptakan ‘Kesadaran’ yang semakin terbuka, semakin meluas, dan tidak terhalang tembok ilusi. Bukan sebaliknya, malah semakin menutup dan menyempit, berkeras kepala dalam zona nyaman buatan sendiri.
Bukan menebalkan ego dan bukan menebalkan gelembung ilusi merasa sudah bahagia, tapi giliran dikasih ujian praktik kembali lagi kepada ‘Siklus Ruminasi’ yang sama.
Bertemu ‘Ajaran Spiritual Murni SHD’ ternyata tidak mengajarkan meditasi/hening sebagai sarana melarikan diri dengan mendistraksi, menekan, menepis, mengalihkan, menyembunyikan, dan melupakan. Tetapi, sebagai alat untuk ‘Pemurnian/Purifikasi Jiwa’, yaitu membersihkan ‘Sisi Gelap (shadows)’ yang ada di seluruh ‘Lapisan Kesadaran’ agar mental jiwa raga menjadi bersih, agar menjadi ahli bersyukur dan meraih bahagia yang sejati serta menjadi modal untuk ‘Mentransformasi Diri’ dan ‘Evolusi Jiwa’.
Meraih bahagia sejati — seperti pesan dalam lagu tersebut — tidak cukup hanya dengan membayangkan khayalan indah yang egoistik, saben hari mengharapkan kesulitan dalam hidup segera beres dengan bergabung di komunitas ‘Sekolah Spiritual Persaudaraan Matahari’. Meraih bahagia tidak cukup hanya dengan ‘Laku Meditasi/Hening’ yang dilakukan sesuka hati tanpa melakoni ‘Laku Meditasi/Hening‘ secara utuh.
Tidak cukup dengan rajin ikut webinar saja.
Tidak cukup dengan rajin menghafal teori dan pandai menceritakan kembali saja.
Tidak cukup dengan rajin meditasi/hening dalam jumlah yang banyak saja, tanpa kualitas yang memadai.
Tidak cukup dengan rajin mencatat jurnal meditasi saja.
Tidak cukup dengan rajin mendeteksi dan mencatat sisi gelap (shadows) saja.
Rangkaian ‘Laku Meditasi/Hening Pemurnian Jiwa’ harus dilakukan dengan penuh penghayatan dari awal sampai akhir, tuntas, total, stabil dan berkesinambungan, tidak berhenti sampai kontrak hidup di Bumi selesai. Bahkan, dampaknya akan terbawa terus oleh jiwa ketika sudah tidak berada dalam tubuh fisik lagi.
Begitulah ajaran spiritual yang murni yang berdampak holistik, maka aplikasinya pun pasti holistik. Tidak mungkin dampak yang holistik dicapai dengan effort scandinavian alias effort yang minimalis.
Bahagia yang diraih bukan kesenangan yang sifatnya sementara, seperti obat paracetamol yang meredakan nyeri sesaat saja, tetapi bahagia yang sejati dan permanen hasil dari ‘Proses Penyembuhan’ mental jiwa ragamu.
KSAYAN IKANG PAPA NAHAN PRAYOJANA
Terbebas dari samsara adalah tujuan dari kelahiran ini.
Ay Pieta
Pamomong dan Direktur Persaudaraan Matahari
12 Mei 2025
Reaksi Anda: