Belajar Spiritual Murni Setyo Hajar Dewantoro (SMSHD) memang berbeda dengan belajar apa pun di muka Bumi ini. Belajar SMSHD adalah pelajaran yang berjalan seumur hidup, lifetime learning.
Memasuki tahun keenam menjadi murid setia Ajaran SMSHD – kalau dalam dunia pendidikan akademik ibaratnya saya baru kelas VI SD – saya menyaksikan banyak sekali kisah dramatis dinamika teman seperjalanan yang membuka tabir pemahaman akan misteri Hukum Semesta yang bekerja di Jagat Raya pada tataran manusia Bumi. Hukum Semesta/Kosmik yang paling jelas dan mudah ditemukan adalah Hukum Tabur–Tuai, Hukum Sebab–Akibat, Hukum Tarik–Menarik, dan Hukum Pertanggungjawaban.
Saya memang lebih banyak memilih jadi penonton ketimbang aktor drama. Saya juga sering kejeblos, bahkan pernah sampai nyusruk tajam nyaris mati karena salah melangkah. Tapi kemudian memilih untuk tidak banyak remedial dan tidak mengulangi kejeblos di lubang yang sama. Mungkin sudah menjadi karakter ibu-ibu yang biasa ngurus anak sendirian, jadi terbiasa hidup dalam kehati-hatian dan penuh langkah antisipatif demi meminimalkan dampak destruktif.
Biasanya drama perosotan “Ular Tangga” yang saya alami jarang terekspos karena saya cukup sat-set dalam langkah pebaikan sehingga dapat memulihkan diri dalam waktu yang relatif singkat ketimbang teman-teman lain.
Niat yang tulus untuk benar-benar memperbaiki menjadi daya dorong bagi banyaknya skenario bonus penyelamatan dengan cara yang lucu dan ajaib, karena tidak pernah menyia-nyiakan dan tidak pernah mengkhianati momentum yang hadir.
Kisah teman lain yang terekspos merupakan hasil dari drama ular tangga yang sudah terlalu panjang sehingga dampak destruktifnya merembet kemana-mana, melibatkan banyak pihak dan pekerjaan. Drama berseri akibat memilih sikap yang tidak tepat menyebabkan “Momentum” penyelamatan terlewat dan hilang begitu saja saking terlalu fokes menikmati drama.
Tidak mudah juga bagi saya yang harus selalu berada di tengah pusaran drama. Tidak mudah untuk menjadi penonton kejatuhan teman seperjalanan dan jadi penonton drama rontoknya teman seperjuangan satu persatu. Lebih tidak mudah lagi ketika harus selalu jadi bantalan tinju bagi kekecewaan dan pemberontakan kolektif atas kegagalan yang dialami oleh teman seperjuangan, hanya karena saya memilih untuk tangguh berada di jalan pemurnian jiwa sehingga tidak ikutan terseret pusaran drama.
Dengan menjadi penonton, bukan zona nyaman ngumpet dan lari main aman yang saya dapatkan, tetapi justru membuat saya mengasah kerendahan hati, ketangguhan, dan keberanian dengan sangat intensif.
Saya ‘dipaksa’ untuk melampaui banyak sisi gelap agar mampu bertahan di tengah pusaran drama ular tangga. Melampaui ketakutan, melampaui tidak percaya diri, melampaui keterbatasan diri, melampaui keraguan pada kemampuan diri, melampaui ke-oneng-an diri, dan seterusnya. Dan, yang paling utama adalah ujian praktik ketulusan karena saya yang ketiban sampur atas semua pekerjaan yang terbengkalai akibat huru-hara drama berseri perosotan ular tangga.
Yang tadinya biasa ‘bekerja’ dalam tim yang ramai, selalu ada teman berbagi dan disetrap bareng, kemudian semua hilang dan harus berjuang sendirian. Yang tadinya berkarya dan menanggung kesalahan bareng-bareng, kemudian saya harus berdiri tegak menjalankan kewajiban dan konsekuensi sendirian, menjaga kesetimbangan agar tidak mencipta kerusakan baru, ples membereskan kekacauan yang ditimbulkan oleh drama orang lain.
Belajar SMSHD memang bukan sekadar duduk bersila, memejamkan mata berjam-jam, komat-kamit, puja-puji, lalu menghaturkan harapan dan permintaan, tetapi untuk belajar bersyukur dan berproses memurnikan jiwa raga yang akan berlangsung seumur hidup sampai kontrak hidup di Planet Bumi selesai.
Dampak dari proses pemurnian jiwa ini tidak hanya akan terjadi pada raga saat masih hidup saja, tetapi juga pada jiwa yang terus dibawa walaupun sudah tidak punya tubuh fisik lagi. Pencapaian pemurnian jiwa selama hidup di Bumi akan menjadi modal bagi rajutan karma yang akan menentukan bentuk kehidupan berikutnya, apabila berjatah kembali. Semua ini adalah manifestasi dari bekerjanya Hukum Semesta bagi seluruh penghuni Jagat Raya.
“Hidup adalah rangkaian waktu, dimana engkau diberi kesempatan untuk menuai karma yang ditabur di masa lalu.”
~ SHD, dicuplik dari Webinar Karma & Hukum Semesta, 10 Nov 2024
Belajar SMSHD memang perlu ketangguhan yang ekstra karena tidak ada yang tahu kapan kontrak hidup di Planet Bumi akan habis. Agar tidak menyia-nyiakan kesempatan berharga atas kesempatan hidup ini, maka yang bisa saya lakukan adalah mengisinya dengan hal yang bermanfaat dan mendayaguna semua perangkat yang diberikan dengan optimal dan selaras dengan Hukum Semesta.
Bagi saya, yang menjadi sering berjumpa dengan jiwa-jiwa penuh duka, yang menjerit dan penuh tangis sesenggukan dalam kesedihan dan penyesalan meminta pertolongan, menjadi kesaksian bahwa hukum Semesta itu nyata dan presisi. Bagi saya merupakan kesaksian bahwa mendapatkan kesempatan hidup di Planet Bumi adalah anugerah besar karena tidak semua jiwa memiliki kesempatan ini. Banyak jiwa yang terjebak di dimensi bawah, bahkan belum bisa naik ke dimensi/alam penantian untuk bereinkarnasi sehingga belum berjatah untuk menuai karma yang ditabur di masa lalu.
Maka, tidak ada alasan lagi bagi saya untuk tidak melanjutkan apa yang telah saya jalani selama sekian tahun ini. Tidak ada lagi alasan bagi saya untuk kembali dalam hidup penuh sisi gelap sehingga diliputi oleh roda samsara dan terjebak dalam ketidaksadaran akan kebenaran sejati.
Bagaimana dengan dirimu?
Ay Pieta
Pamomong dan Direktur Persaudaraan Matahari
11 Januari 2025
Reaksi Anda: