Skip to main content
Refleksi

Starve the Ego, Feed the Soul

25 December 2024 Ay Pieta No Comments

Starve the ego, feed the soul. 

Apabila mengerti Ajaran Spiritual Murni Setyo Hajar Dewantoro (SMSHD) dengan lebih utuh, kemudian menjelajahi makna ego dari berbagai sudut pandang keilmuan, akan menemukan gambaran bahwa Ajaran SMSHD memang berisi pengetahuan langit dengan penjelasan yang sederhana dan logis, melampaui dunia psikologi, biologi, dan neurosains. Melalui Ajaran SMSHD, saya menemukan penjelasan yang jauh lebih simpel dan minim njelimet mumed kusut, tapi bermakna lebih luas dan mendalam, karena yang dipelajari tidak hanya yang ada pada tubuh fisik saja, tetapi secara holistik meliputi tentang jiwa (spirit). 

Frasa pada judul artikel ini merupakan ungkapan kebajikan yang artinya; biarkan ego kelaparan, agar jiwa yang diberi makan. Maksudnya, pastikan tidak melakukan tindakan yang egois (memberi makan ego) supaya dapat memberi makanan kepada jiwa kemudian mampu bersikap dewasa dan bijaksana. 

Dalam kacamata Ajaran SMSHD,  kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan natural alamiah manusia, dengan batasan yang selalu abu-abu dalam menyikapi berbagai kebutuhan dasar ini. Maka melalui Ajaran SMSHD inilah saya menemukan benang merah perilaku dalam menyikapi dorongan akan kebutuhan dasar manusia dalam tiga hal mendasar, yaitu:

  1. Kemampuan untuk memutuskan dengan basis dominasi hasrat ego yang egositik;
  2. Kemampuan memutuskan dengan akal sehat dengan dasar kedewasaan cara berpikir dan kebijaksanaan moral; dan
  3. Kemampuan menyikapi dengan dasar kebenaran sejati yang didapatkan melalui meditasi dengan teknik yang tepat sehingga dapat menangkap tuntunan Tuhan. 

Menentukan kebutuhan mana yang selaras untuk dipenuhi, serta menentukan cara apa yang selaras untuk memenuhi kebutuhan inilah yang merupakan ‘keterampilan khusus’ yang hanya bisa dilakukan melalui ruang kesadaran yang tepat. Ruang kesadaran dalam tataran psikologis dilakukan dengan melatih akal agar selalu sehat, melatih cara berpikir dewasa dan bijaksana, yang disebut oleh Pak Freud sebagai superego

Ajaran SMSHD mengaplikasi kualitas ruang kesadaran yang lebih tinggi lagi, yaitu mengajarkan agar manusia mampu mencipta kebijaksanaan berdasarkan kebenaran sejati yang bisa ditangkap melalui keahlian bermeditasi metode SMSHD. 

Meditasi metode SMSHD idealnya akan membuat jiwa raga bebas dari sisi gelap sehingga mampu menangkap tuntunan Tuhan yang selaras dengan gerak Semesta. Keterampilan bermeditasi yang berimbas kepada pemurnian jiwa ini, membuat manusia memiliki kepekaan untuk membedakan mana hasrat ego dan hasrat jiwa. Sehingga kemudian mampu membuat keputusan dan berperilaku melampaui kebijaksanaan akal sehat yang dikenal dalam dunia psikologi sebagai superego.

Sama seperti isu-isu psikologis yang marak terjadi, dalam wawasan Ajaran SMSHD pun banyak ditemukan fenomena seputar ketepatan perilaku. Selama masih malas bermeditasi metode SMSHD dan belum mampu melebur sisi gelap, maka ‘Kesadaran‘ yang masih ‘tertidur’ atau baru mulai terbangun ‘kriyep-kriyep‘ antara masih separuh mengantuk, membuat kehendak ego yang seringkali sulit dikelola menjadi sangat dominan dalam perilaku di keseharian. 

Sebanyak-banyaknya akal sehat membatasi dominasi kehendak ego yang egoistik, selalu ada dorongan gerak bawah sadar yang seringkali sulit dikendalikan sehingga muncul ketidak tepatan perilaku walaupun sudah mengerti dan paham akan teori kebajikannya. 



Menjelaskan frasa dalam judul artikel yang banyak beredar di dunia psikologi ini, didasari oleh kenyataan umum bahwa kehendak ego yang diberi asupan akan membuat manusia menjadi pribadi yang egoistik. Obyek yang sama persis dengan Ajaran SMSHD, disebut dengan sisi gelap yang mempengaruhi sebuah tingkat kesadaran.

Kecenderungan menebalnya ego ini disebabkan karena ketika ego diberi makan, menimbulkan sensasi rasa yang memang nikmat banget. Rekaman sensasi yang menyenangkan ketika menjadi egoistik menggerakkan bawah sadar untuk terus mencari sensasi menyenangkan yang sama persis bahkan kalau bisa yang lebih besar lagi, tidak ada habisnya.

Contoh yang terjadi ketika salah satu teman di Persaudaraan Matahari (PM) menyatakan kegembiraan pakai banget ketika mendapat respons dan komentar dari Guru SHD, padahal bukan berupa pujian atau puk-puk, tetapi sedang diberi teguran dan peringatan. 

Lokus perhatian memilih terhanyut kepada rasa nikmat ketika sisi gelap ingin diperhatikan disirami oleh perhatian (berupa respons dan komentar) dari objek yang dipuja, sehingga pesan penting yang seharusnya diperhatikan dan dihayati malah hilang menguap tertiban oleh rasa nikmat terpenuhinya kebutuhan egoistik itu. Tidak hanya sampai di situ saja, rasa gembira tak terkira ini bisa menjadi bahan berkhayal lanjutan dan berseri tiada habisnya apabila tidak segera melakukan langkah antisipasi dengan bermeditasi/hening.

Kenikmatan ego yang diberi makan ini (feeding ego) ternyata membuat manusia menjadi enggan kehilangan rasa menyenangkan itu, dan malas untuk melebur kemelakatan akan rasa menyenangkan itu dengan meditasi. 

Dalam praktik Ajaran SMSHD, ketika muncul rasa senang akibat haus perhatian yang terpenuhi seperti ini, seharusnya disikapi dengan meditasi/hening formal dulu. 

Idealnya sih, ketika rasa haus perhatian kumat, segeralah bermeditasi/hening formal metode SMSHD. Meredakan hasrat ego berupa haus perhatian dengan menikmati nafas natural, sampai suatu saat mampu mencapai kondisi ideal, yaitu menemukan rasa syukur yang tulus, menggantikan hasrat-hasrat yang akan menebalkan sisi gelap.

Menjadi ahli bersyukur memang perlu ketekunan dan konsistensi latihan. Perjalanan berlatih menjadi ahli bersyukur dipastikan membutuh waktu latihan yang panjang dan membutuhkan modal ketangguhan karena akan mengalami fase kehilangan kenikmatan dulu. 

Sebelum mampu bersyukur dengan tulus, peleburan hasrat penuh sensasi menyenangkan ini akan melalui fase kehilangan sensasi atau kehilangan rasa nikmat yang biasanya didapatkan. 

Meredakan hasrat egoistik dengan meditasi SMSHD menjadi tidak menarik, tidak seru dan tidak membuat penasaran, karena yang hadir adalah rasa seperti hambar atau tidak ada rasa apa pun. Sehingga biasanya akan terpancing rasa penasaran untuk mencari lagi sensasi menyenangkan yang pernah hadir itu.

Pada titik inilah kita harus memilih antara kehilangan nikmatnya rasa puas yang menyenangkan atau melanjutkan mengejar sensasi menyenangkan itu. Pilihan menjadi terasa berat ketika manusia harus memilih untuk menikmati nafas naturalnya atau mengikuti hasrat ego mencari-cari sensasi rasa yang penuh kenikmatan itu. 

Tanpa ketekunan meditasi dan ketegasan pada diri untuk memilih sikap yang tepat, akhirnya manusia lebih fokus mencari kenikmatan yang hilang ketimbang berupaya meleburnya.

Inilah salah bentuk kesadaran manusia yang didominasi oleh sisi gelap, sehingga malas untuk merevolusi sikap. Hasrat ingin terpenuhi apa yang dianggap sebagai kebutuhan dasar, malah diliputi hasrat mencari sensasi/rasa nikmat yang menyenangkan, sangat mudah mendominasi ruang kesadaran manusia sehingga lupa dengan akal sehat.

Belum lagi hasrat ingin kabur apabila mendeteksi rasa/sensasi tidak nyaman sebagai budaya mental spiritualis pada umumnya,  sehingga ketika berhadapan dengan pemurnian jiwa yang bentuknya berseberangan dengan budaya umum, ofkroslah jiwa pelarian meronta tak terkira.

Maka, pastikan dirimu mengerti bahwa Ajaran SMSHD bukan untuk mencari kenyamanan fisik saja, tetapi untuk memurnikan jiwa, agar memiliki keahlian berperilaku yang harmoni selaras dan membawa keselamatan jiwa sesuai standar langit.

 

Ay Pieta
Pamomong dan Direktur Persaudaraan Matahari
24 Desember 2024

Share:

Reaksi Anda:

Loading spinner
×

Rahayu!

Klik salah satu tim kami dan sampaikan pesan Anda

× Hai, Kami siap membantu Anda