
Tiba-tiba saya ingat kenangan masa kecil dalam menyikapi dongeng tentang ruang bernama surga. Dari mulai membayangkan kehidupan di atas awan yang dilegitimasi oleh karakter kartun Jepang legendaris Sanrio, sampai dengan kehidupan penuh dengan benda-benda materialistik yang akan disediakan tanpa perlu bekerja keras. Yang paling mengesankan adalah kisah aliran sungai yang berisi air susu, sebagai impian penghuni garis kemiskinan karena pada masa itu susu merupakan barang mewah.
Seperti yang sudah pernah direfleksikan dalam ‘Happiness is State of Mind’, bahagia memang bergantung dari kualitas pikiran dan kejernihan lapisan kesadaran manusia.
Apa yang ada dalam pikiran manusia, maka itulah yang akan merangkai bentuk ruang surganya masing-masing. Surga selalu digambarkan sebagai ruang yang memberikan kenyamanan tingkat tinggi, sementok langit yang bisa dibayangkan dan dikhayalkan. Kemudian menjadi warisan lintas peradaban bahwa setiap manusia berhak untuk mendambakan situasi yang dianggap memberikan kenyamanan maksimalnya, dan membentuk kotak idealisme akan ruang surga. Yakni, kebebasan mendambakan hidup dalam situasi yang dianggap paling disukai dan memenuhi kepentingan pribadinya sebagai standar kenyamanan dan kedamaian. Sehingga hadirlah berbagai setting panggung bernama surga, diciptakan sebagai sarana penghiburan yang diperjualbelikan.
Sebenarnya apa yang diajarkan dalam Seni Hidup SHD bukan barang yang baru ditemukan di peradaban manusia. Hanya saja kumpulan data yang jernih sudah kadung tertimbun oleh koleksi ‘Sisi Gelapnya (shadows/darkside)’ sendiri-sendiri. Melalui Seni Hidup SHD saya belajar untuk memaknai kehidupan dengan cara yang sederhana dan ‘Penuh Syukur’, ketimbang mengejar kesenangan material yang tidak ada habisnya. Seni Hidup SHD mengajarkan saya untuk selalu melihat gelas setengah isi, ketimbang sibuk meratapi gelas setengah kosong, dan membuat diri lupa untuk bersyukur. Ruang surga memang sulit diciptakan kalau dalam hidup hanyalah mengejar apa yang bisa dimenangkan, sehingga tidak mampu ‘Menari bersama Irama Semesta‘.
Seni Hidup SHD mengajarkan saya untuk melakukan yang terbaik atas situasi yang bisa dikendalikan, dan menerima dengan tulus atas situasi yang tidak bisa dikendalikan. Mengajarkan untuk membersihkan isi kepala yang penuh sesak dengan sisi gelap (shadows/darkside), agar dapat melihat apa yang dimiliki saat ini untuk disyukuri, tanpa sibuk mencari pengakuan dari orang lain. Melalui latihan ‘Bermeditasi/Hening Penjernihan Diri‘, lokus kenyamanan sudah tidak lagi berpatokan kepada sensasi fisik dan besar-kecilnya materi yang dimiliki.
Kenyamanan dan ruang surga, justru tercipta ketika tubuh terasa amburadul, dompet tipis, dan banyak dinamika kehidupan yang mampir, namun kesadaran tetap jernih sehingga mampu menjalankan peran kehidupan dengan selaras dan tepat guna.
Standar kenyamanan sudah berubah bentuk berupa kondisi, dimana lapisan kesadaran tetap stabil jernih, sehingga apa pun situasi yang hadir saya bisa bekerja dengan lancar. Kenyamanan sudah berubah menjadi kondisi tidak lemot, tidak bolot, tidak malas, tidak berdrama, dan tidak punya lagi mindset yang destruktif, sehingga pekerjaan menjadi terhambat. Ruang surgawi justru terbentuk ketika saya dapat menjalankan semua peran dengan mengalir tanpa brebet, dan tanpa keseringan error korslet, sehingga memberikan dampak dan manfaat yang bisa dirasakan oleh banyak orang. Contohnya, seperti ketika saya menuliskan artikel ini yang akan menginspirasi banyak pembaca.
Standar nyaman damai bahagia dan surgawi, tidak tergantung dari kondisi fisik, materi, prestasi akademik, jabatan dan kekuasaan yang bisa dimiliki, tetapi tergantung dari seberapa banyak kondisi meditatif (meditative state) yang bisa diciptakan dalam sehari ketika melek (tidak tidur dan tidak pingsan). Seberapa besar kemampuan mengelola diri, meregulasi dan mengelola pikiran serta perilaku, agar tidak menimbulkan kerusakan dan kerugian baik bagi diri maupun orang lain.
Dalam konteks kesadaran yang jernih, standar nyaman adalah ketika saya mampu bergerak mengikuti irama Semesta, sehingga selalu berada dalam koridor keselamatan dan tidak menciptakan sisi gelap (shadows/darkside) baru.
Semakin banyak meditative state yang bisa diciptakan dalam sehari, maka semakin besar dampak kepada kejernihan ruang kesadaran. Apabila ruang kesadaran semakin bersih dan jernih, maka medan energi pun menjadi jernih. Medan energi yang jernih tentulah memberikan kenyamanan dan kedamaian yang berasal dari dalam diri, dan tidak tergoyahkan oleh dinamika di luar diri.
Ruang surga ternyata sederhana sekali, tanpa embel-embel materialistik dan pengakuan publik. Yaitu, tetap nyaman dan damai ketika tetangga ngeselin, pasangan nyebelin, bos bawel, teman kejam, dan seterusnya. Ruang kesadaran yang bersih dari sisi gelap (shadows/darkside), benar-benar menyelaraskan seluruh tatanan kehidupan pada titik yang paling pas dan kesetimbangan, sesuai dengan matematika hukum Semesta. Dan, inilah yang disebut surga di Bumi, yang bisa dirasakan tidak perlu menunggu mati dulu.
“The road to heaven is paved with pure consciousness.” ~ Pure Spirituality
Ay Pieta
Pembimbing dan Direktur Persaudaraan Matahari
1 Agustus 2025
Reaksi Anda: