
“To Become a Whole”
Pernah baca frasa puitis dengan pengertian ambigu abu-abu ini?
To become a whole artinya ‘menjadi utuh’. Konteks kalimatnya bisa beragam rupa tergantung kebutuhan. Tetapi, banyak dipakai oleh dunia penyembuhan (healing), fashion spiritual, psikologi, dan filsafat. Menggambarkan perubahan atau transformasi menjadi bentuk yang dianggap paling lengkap, paling utuh dari sebuah objek. Tolok ukur keutuhan bergantung pada konteks cerita dengan wawasan dan kesadaran masing-masing pengguna frasa ini. Maka, melalui refleksi ini saya mendefinisikan pengertian frasa puitik tersebut melalui kacamata Spiritual Murni SHD.
Spiritual Murni SHD adalah tentang ‘Pemurnian Mental Jiwa Raga (mind body and soul purification)’, tentang ‘Self Compassion’, tentang ‘Self Care’, tentang ‘Membangun Habit’, tentang ‘Self Mastery’, tentang ‘Memperbaiki Mindset dan Skill’, tentang ‘Mind Management’, tentang ‘Mengelola Ego’, tentang ‘Kesehatan Mental’, tentang ‘Self Management’, tentang ‘Self Awareness’, tentang ‘Mindfulness’, tentang ‘Meningkatkan Perangkat Kecerdasan Manusia’, tentang ‘Penyembuhan (healing)’ agar menjadi sehat mental jiwa raga secara utuh (holistik), tentang ‘Keselamatan Jiwa Raga’ dan tentang ‘Evolusi bagi Sang Jiwa’.
Dengan cakupan ilmu pengetahuan yang menyeluruh (holistik), maka Spiritual Murni SHD pun memberikan dampak yang menyeluruh. Baik pada tataran fisik berupa mental, emosi, kecerdasan, karakter dan perilaku, serta kesehatan fisik, seperti imunitas yang baik, fungsi organ dan syaraf tidak terdegradasi oleh sabotase metabolisme akibat tumpukan jejak emosi, luka jiwa dan habit destruktif lainnya. Dampak yang paling sulit dipahami, namun sebenarnya yang penting sebagai ujung pangkal dari seluruh tataran fisik tadi adalah dampak kepada keselamatan dan evolusi jiwa. Dampak yang dianggap tidak kasat mata dan belum dapat dijangkau oleh sains, namun nyata dan abadi.
Spiritual Murni SHD mengajarkan kita semua untuk menjadi ahli bermeditasi/hening pemurnian jiwa, agar menjadi ahli dalam mengelola diri, mengelola mental emosi jiwa raga, sehingga tidak melulu terjebak dalam gelembung spektrum emosi yang tidak sehat, destruktif, dan menyebabkan degradasi kesehatan mental jiwa raga.
Dengan menjadi ahli dalam bermeditasi/hening pemurnian jiwa, maka akan menjadi ahli dalam memahami diri dan situasi di sekitar beserta pasang-surut dinamikanya, tanpa perlu terseret ke dalam pusaran dinamika di luar diri.
Bagi saya, belajar Spiritual Murni SHD seperti mengintegrasikan banyak sekali variabel kehidupan yang selama ini dikemas terpisah-pisah. Melalui proses pemurnian jiwa, saya menemukan makna dari kisah masa lalu dan membersihkan jejak yang selama ini membuat keruh mental jiwa raga, agar benih keagungan dalam diri dapat bertumbuh dan bertransformasi secara holistik.
Proses ‘Pemurnian Jiwa‘ adalah perjalanan pembersihan dan penyembuhan yang introspektif, reflektif, dan memberdayakan, karena proses ini diliputi oleh energi kasih murni – bukan dengan energi yang berasal dari hasrat egoistik. Pemurnian jiwa adalah proses pembersihan dan penyembuhan mental jiwa raga, bukan sarana melupakan masa lalu yang tidak sempurna. Melalui pemurnian jiwa, maka mental jiwa raga bertransformasi secara permanen menjadi versi terbaik dari diri sendiri yang penuh kasih dan memiliki ketangguhan dalam menjalankan prosesnya.
Belajar Spiritual Murni SHD dan berproses memurnikan jiwa raga adalah perjalanan saya menjadi manusia yang lebih utuh, to become a whole. Menjadi versi diri yang paling lengkap selama saya pernah mengenal diri sendiri di fase kehidupan ini.
Menjadi mengerti secara utuh tentang masa lalu, saat ini, dan mengerti apa misi dan visi kehidupan yang paling Agung di masa datang. Mengerti secara utuh kondisi mental jiwa raga (mind body and soul) sampai kepada esensi jiwa (spirit) serta lapisan tubuh yang tidak kasat mata.
Spiritual Murni SHD merupakan jalan untuk menjadi utuh, to become a whole, yaitu menjadi versi terbaik diri sesuai ‘Rancangan Agung‘. Menjadi utuh dengan parameter tertinggi, tidak lagi parsial, tidak lagi hanya yang tampak di permukaan saja, tidak lagi hanya sebatas label dan kasta, tidak lagi hanya sebatas pencapaian materiel saja, tidak lagi hanya sebatas pemenuhan syarat sosial yang diciptakan oleh lingkungan saja. Tetapi, utuh lengkap mental jiwa raga, dan saya bawa sampai mati untuk menjadi modal bagi kehidupan berikutnya.
Walaupun tidak sempurna, saya merasa utuh menyatu karena pengertian antara makrokosmos dan mikrokosmos tidak terpisah-pisah lagi. Keberadaan makrokosmos yang tanpa batas, secara nyata termanifestasi dalam keterbatasan tubuh manusia ini, dan (ternyata) bisa dijangkau tanpa perlu sewa pesawat ulang alik Space X, tetapi dengan ‘Kesadaran‘.
Frasa puitis “to become a whole” menjadi kalimat yang (ternyata) beneran indah, setelah cara berpikir diri ini bebas dari ‘Sisi Gelap (shadows)’. Pengertiannya menjadi terang – tidak abu-abu lagi karena batasannya jelas dan nyata berpedoman pada ‘Hukum Semesta‘ dan ‘Kebenaran yang Sejati‘.
Bagaimana dengan dirimu? Sudahkah dirimu menjadi utuh?
Ay Pieta
Pamomong dan Direktur Persaudaraan Matahari
4 Maret 2025
Reaksi Anda: