
Dalam dunia kesehatan mental, triggering event adalah situasi yang menjadi sumber terbukanya pendaman luka batin dan trauma. Dampak tidak menyenangkan yang terjadi akibat triggering event ini, merupakan tanda bahwa ada trauma dan luka batin yang belum tersembuhkan, atau ada watak angkara dan ilusi yang masih mendominasi pola pikir.
Dalam bahasa Spiritual Murni SHD; ada sisi gelap (shadows) belum dibersihkan dengan meditasi/hening pemurnian jiwa, sehingga terjadi ‘Siklus Manusia pada Umumnya’ – terjebak dalam siklus suppress dan repress, disapu supaya hilang sementara dan tertumpuk di bawah karpet, menanti saatnya bom waktu jatuh tempo.
Dari kacamata Spiritual Murni SHD, situasi dimana diri kita bertemu dengan triggering event, tercolek ‘Luka Jiwanya‘, tersenggol traumanya, tersundul ke permukaan ‘Angkara Murkanya‘, terkoyak ‘Ilusinya’, dan lainnya, merupakan pertanda bahwa kita tidak dalam kondisi yang meditatif.
Pertanda bahwa tidak ada upaya untuk bermeditasi/hening semampunya, baik secara ‘Formal maupun Informal’ berapa pun kualitasnya. Memang benar bahwa standar ideal ‘meditative state‘ dalam parameter Spiritual Murni SHD kualitas minimalnya adalah 10%, baik meditasi/hening formal maupun informal. Tetapi upaya terbaik yang dicurahkan untuk selalu eling dan waspada dengan ketekunan bermeditasi/hening sudah pasti akan mengurangi potensi terciptanya sisi gelap (shadows) baru akibat bertemu dengan triggering event.
Kesulitan para praktisi meditasi dalam memahami bahwa ‘Spiritual Murni SHD’ mengajarkan untuk dapat bermeditasi di mana saja, kapan saja selama melek (tidak tidur dan tidak pingsan), diekspresikan dengan drama kegalauan karena merasa harus memilih antara beraktivitas atau meditasi/hening. Padahal ‘Meditasi/Hening Pemurnian Jiwa Spiritual Murni SHD’ adalah tentang menikmati nafas natural dan menikmati momen, apa pun aktivitas dan kegiatan di keseharian.
Sama halnya bagi yang rutinitas meditasi/hening formalnya sudah jumlah cukup banyak tetapi minim latihan meditasi/hening informal, pada akhirnya terjebak drama kegalauan memilih, seolah-olah nafas natural turut berhenti ketika sedang beraktivitas.
Dalam proses pembersihan diri dari sampah sisi gelap (‘Pemurnian Jiwa‘), triggering event adalah ujian yang harus segera disikapi dengan tepat, yaitu dengan bermeditasi/hening saat itu juga, on the spot, baik dengan bermeditasi/hening formal atau pun meditasi/hening informal.
Apabila benar-benar menghayati Ajaran Spiritual Murni SHD, pasti akan mengerti bahwa pertemuan dengan triggering event merupakan tanda bahwa telah terjadi ketidakheningan jauh sebelum sadar telah tercolek. Yaitu tidak dalam kondisi meditatif atau tidak meditasi/hening jauh sebelum triggering event itu hadir.
Bagaimana caranya supaya tidak terkena trigger?
Meditasi/heninglah sebelum tercolek triggering event, yaitu dengan memperbanyak meditasi/heningmu baik formal maupun informal.
Latihlah meditasi/hening dimanapun kapan pun, baik sedang melek, sedang bekerja, sedang belanja, sedang makan, dan seterusnya. Jangan nunggu kegebok trigger dulu baru mau bermeditasi/hening.
Pilih sikap yang tepat agar tidak menunggu terasa baper dulu baru mau meditasi, atau menunggu terasa sensasi tidak nyaman dulu baru tergerak bermeditasi. Kondisi meditatif atau keheninganmu harus dijaga kestabilannya sepanjang hari, supaya tidak mudah tercolek oleh triggering event.
Jadikan rutinitas ‘Meditasi/Heningmu Berdampak’ lebih awet dan permanen terhadap pemurnian jiwamu.
Kalau sudah kadung kena senggol trigger gimana?
Meditasi/heninglah sesegera mungkin dan secepat-cepatnya.
Bagi para pejuang rileks yang kualitas meditasi/heningnya masih rendah, maka mutlak harus lebih tekun dalam berlatih meditasi/hening formal. Hindari ‘PMS’ dengan cek dan validasi secara berkala kepada pihak yang tepat, jangan mengandalkan ilusi merasa sudah bisa bermeditasi/hening informal dengan baik.
Tanpa meditasi/hening formal yang baik, maka mustahil bisa bermeditasi/hening informal dengan baik. Maka keduanya perlu dilatih dengan ketekunan dan ‘Konsistensi’ yang sama persis jangan hanya maunya salah satu saja.
Sudah meditasi/hening tetapi mengapa belum reda juga?
Sama seperti penyakit, lebih baik mencegah daripada mengobati.
Kalau sudah kadung berhamburan ‘Sisi Gelap (Shadows)’, lakukan terus meditasi/hening berkali-kali, sampai efek dari triggering event mereda atau hilang sama sekali. Catat dalam ‘Jurnalmu’ dan ‘Refleksikan’ apa pembelajaran yang perlu dipetik serta langkah perbaikan apa yang perlu dilakukan, dan yang terpenting validasikan kepada pembimbingmu. Jangan berkhayal sendirian dalam gelembung ‘PMS’.
Bagaimana kalau takut menghadapi sisi gelap (shadow) sendiri?
Ketakutan adalah sisi gelap (shadows) itu sendiri Maka perlu diselami kembali apa niat belajar yang sebenarnya. Bagi yang takut menghadapi sisi gelap (shadows)-nya sendiri tidak mungkin melangkah maju dalam proses pemurnian jiwa.
Kalkulasi matematis sederhana untuk membuktikan apakah rutinitas meditasi/heningmu sudah ‘Memurnikan Jiwa’ bisa dibuktikan dalam ‘Jurnal’ reflektif dan kontemplatif yang paling jujur. Maka, seharusnya rutinitas meditasimu berdampak nyata terhadap pemurnian jiwamu dan bisa dibuktikan dalam ‘Angka LoC’, supaya tidak hanya jadi pepesan kosong pencitraan tanpa makna.
Ay Pieta
Pamomong dan Direktur Persaudaraan Matahari
25 April 2025
Reaksi Anda: