Bagaimana indikasi terhubung dengan Gusti yang Maha Agung sesungguhnya? Jangan-jangan saat saya merasa terhubung dengan Gusti, tapi ternyata bukan. Apakah kita bisa merasakan energinya? 

Secara nyata, mayoritas manusia apalagi yang tidak menekuni jalan keheningan, walaupun Gustinya ada di dalam diri di relung hati, ternyata memang tidak terhubung. Tidak terhubung artinya pikiran/kesadaran ragawinya tidak nyambung dengan Gusti sehingga segala kualitas/tuntunan tidak bisa ditangkap oleh pikiran/kesadaran ragawinya. Akhirnya, Si Aku (ego) jadi jalan sendiri (nyeruntul), tanpa tuntunan dari dalam diri. 

Teman-teman yang sudah belajar dengan saya, secara umum bisa dikatakan tingkat keterhubungannya lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak belajar spiritual atau belajar keheningan tidak dengan cara yang tepat. Tetapi, secara idealitasnya, rata-rata tingkat keterhubungan teman-teman ini masih belum ideal, masih banyak yang harus diperbaiki supaya mencapai tataran ideal yang memastikan keselamatan setiap jiwa. 

Jadi, tetap jangan patah semangat karena sebetulnya Anda sudah bertumbuh secara faktual. Anda sekarang jelas berbeda dibandingkan Anda yang dulu. Jangan anggap tidak ada gunanya sama sekali. Tetap, ada banyak perkembangan yang harus disyukuri bersama karena Anda semakin bergeser dari versi lama ke versi baru yang semakin selaras. 

Kalau ada umpan balik, hal itu hanya tentang bagaimana agar kita terus bertumbuh lagi. Jangan stuck (diam/berhenti). Selain itu, konteks yang dihadapi sekarang adalah tantangan saat ini yang semakin berat. Yang dihadapi teman-teman saat ini belum tentu dihadapi oleh teman-teman pada 1-2 tahun yang lampau. Dulu, kalau orang kesambet gampang banget berasa karena level dari dark force yang mengganggunya jauh di bawah yang sekarang. Yang mengganggu sekarang itu sampai pada titik bisa memanipulasi sensasi dan emosi. Makanya, dark force yang sekarang menyusup sampai ke tubuh spirit itu bisa dikategorikan sebagai sosok yang bisa menjalankan fungsi Dark Alchemist. Yakni, memanipulasi elemen kimiawi di dalam tubuh kita dan menciptakan ilusi-ilusi di dalam diri yang membuat kita yakin, “Wah, kita sudah ada di jalan kebenaran.”

Tentang bagaimana indikasi terhubung yang sesungguhnya, jujur, memang itu tidak gampang. Kalau ukurannya damai, tapi kenyataannya banyak yang nyasar dengan rasa damai. Kalau ukurannya hidup tetap baik-baik saja dan sehat-sehat saja, bukan begitu. Banyak yang kesambet itu baik-baik saja. Tetapi, kalau kita sudah niteni dengan cermat beberapa case yang berangkat dari pengalaman-pengalaman pribadi kita, pasti kita punya rumusan yang lebih akurat. Sekarang tidak cukup kalau kita sudah merasa damai, “Wah ini kita sudah berasa nyambung, nih!” Tidak cukup. Jadi, Anda harus berani memvalidasi, walaupun nanti hasilnya malah dianggap belum terhubung. Tidak apa-apa daripada merasa terhubung tapi salah. Lebih baik salah tapi kemudian dapat kesempatan diperbaiki. 

Tentu saja, nanti akan ada pola yang umum/universal tentang keterhubungan ini. Ketika keterhubungan semakin penuh, memang akan ada kebahagiaan mendalam yang itu konsisten kita alami. Kalau secara faktual kitanya belum konsisten: kadang damai, kadang meledak sendiri, maka sudahlah. Itu indikasi yang jelas kalau kita belum terhubung dengan penuh kepada Gusti dalam relung hati.  

Wedaran oleh Setyo Hajar Dewantoro
Kajian Jakarta, 3 Oktober 2021