Dalam proses belajar spiritual mencapai pencerahan, ada aturan yang harus dimengerti bersama, yakni:
1) Jangan Sembarangan BelajarĀ
Ada yang bertanya kepada saya, “Bolehkah saya belajar spiritual di sini, tapi juga belajar spiritual di sana?”
Saya tegaskan untuk memilih salah satu saja. Bertanyalah pada Yang Sejati di dalam diri tentang mana yang harus dipilih. Saya jelas tahu, saya mengajari Anda Diri Sejati. Tapi, saat Anda belajar spiritual di tempat lain, Anda diajari demit sejati. Anda yang belajar tidak mengerti karena terpesona oleh kata-kata.
Belum tentu orang yang menulis buku spiritual itu tercerahkan. Saya bukakan rahasia saya. Ketika saya menulis buku “Suwung“, kondisi saya masih dipenuhi luka batin. Beruntungnya saya kesambet ketika menuliskannya. Maksudnya, saya tidak menjadi orang dengan titik kesadaran saat itu, saya menjadi orang yang berbeda saat di hadapan laptop. Tiba-tiba saja pengetahuan mengalir. Justru saya belajar berdasarkan buku yang saya tulis. Hal ini bisa terjadi karena di mana pun saya pernah belajar keheningan, ada satu momen betul-betul hening ketika saya menulis. Pengetahuan yang ada di DNA masa lalu berkesempatan untuk muncul kembali. Tapi, ada kasus lain. Penulis buku spiritual belum tentu hening seperti saya. Ada penulis yang baca banyak buku, ditafsirkan, lalu ditulis ulang.
Baca Juga: Tantangan dalam Pertumbuhan Spiritual
Banyak penulis yang menumpahkan luka batinnya melalui tulisannya meskipun tentang spiritualitas. Buku spiritual pun memiliki tingkatan kesadaran (Level of Consciousness) yang bermacam-macam meskipun buku membahas tentang Diri Sejati.
Saya saklek-kan, yang masih mau belajar sana-sini, tidak perlu belajar dengan saya. Saya tidak butuh murid. Silakan diuji. Yang ada Anda tidak akan tercerahkan, malah kesambet.
Jika Anda sungguh-sungguh, maka saya berikan secara totalitas. Tidak ada hitung-hitungan apa pun. Pun tidak ada perlakuan yang berbeda. Pokoknya, saya berikan yang terbaik, Anda berikan apa yang Anda mampu. Itulah pertukaran energi kosmik.
2) Lepaskan Segala Kesombongan
Apa pun alasannya, lepaskan segala kesombongan. Misalnya, ada jumawa-nya muncul karena merasa sudah kenal saya lama dan belajar spiritual lama dengan saya. Menganggap bahwa diri pasti tercerahkan daripada yang lainnya. Itu kesombongan yang harus dilebur.
Saya selalu menegaskan bahwa lamanya belajar spiritual dengan saya tidak ada hubungannya tercerahkan atau tidak. Saya yang dulu dengan yang sekarang berbeda. Lebih waras sekarang daripada dulu pada tahun 2017 sebelumnya. Beruntunglah Anda yang bertemu dengan saya saat ini.
3) Berendah Hati
Dibutuhkan kerendahan hati untuk menerima keberadaan orang-orang yang saya tunjuk sebagai asisten saya. Jangan terkecoh pada penampilannya. Jangan punya mindset bahwa yang tercerahkan itu yang memakai udeng atau aksesori tertentu. Kita sedang melepas simbolitas. Mereka yang saya tunjuk sudah mencapai satu titik tertentu sehingga bisa saya berikan mandat. Sampai pada titik tersebut pun tidak gampang. Mereka sering saya marahi. Inilah metode yang harus dilakukan untuk menggosok bongkahan secara terus menerus supaya cemerlangnya muncul ke permukaan.
Saya bertanggung jawab agar semua asisten saya konsisten di jalan keheningan. Jika suatu saat mereka belok, pasti saya akan tahu, saya ambil tindakan antisipatif. Silakan Anda membuka diri agar mendapat manfaat apa yang dihamparkan Semesta kepada Anda.
Dengan adanya teman-teman yang saya tunjuk sebagai asisten saya, pengetahuan yang diberikan kepada Anda menjadi semakin detail karena berangkat dari pengalaman keseharian mereka. Mereka mampu menerjemahkan bahasa langit. Artinya, mereka mampu membumikan bahasa saya.
Mengapa Anda tidak saya tunjuk sebagai asisten saya? Itu tandanya Anda belum tercerahkan. Anda baru mencicipi, belum stabil. Kalau Anda sudah stabil, Anda boleh menjadi asisten saya. Bahkan kalau perlu boleh menggantikan saya. Saya orang yang fair. Semuanya terjadi selaras sesuai rancangan Agung.
Baca Juga: Apa issue spiritual yang paling rumit dan Anda belum dapat jawabannya?
Kajian Mahadaya ‘Bangkit Jiwa-jiwa Ilahi’
Wedaran oleh Setyo Hajar Dewantoro
Semarang, 30 April 2021
Reaksi Anda: