Skip to main content
Refleksi

LATIHAN KETULUSAN

21 May 2025 Ay Pieta No Comments

Setelah ‘Webinar Druid – Den Haag, kami (saya dan Guru SHD) menertawakan diri kami yang ternyata selama ini terlalu naif di tengah belantara penghuni era kaliyuga yang super kusut ruwet bundet. Selama ini, kami – terutama Guru SHD, selalu berasumsi positif dan penuh optimisme bahwa semua muridnya mampu  belajar dengan cara yang sama persis dengan apa yang selama ini beliau lakukan, atau paling tidak seperti yang saya lakukan.

Kebetulan ada teman seperjalanan satu angkatan yang menjadi saksi bagaimana cara saya belajar dan bertumbuh, menyatakan bahwa ketekunan dan kesungguhan latihan meditasi/hening yang saya lakukan saat itu di tahun 2019 dianggap aneh, lain sendiri dan membingungkan. 

Akhirnya, muncul juga pengakuan bahwa di kala itu, pada umumnya teman lain sibuk dengan hura-hura metafisika dan hanya fokus kepada manfaat supranatural saja, sementara saya sibuk sendiri memperdalam ‘Laku Meditasi/Hening Pemurnian Jiwa Spiritual Murni SHD, karena tidak paham metafisika 

Cara belajar zaman dahulu yang disebut ‘Orde Lama dianggap lebih sederhana dan mudah, karena memberikan toleransi yang besar bagi ketidakketekunan dan ketidakkonsistensian aplikasi teknik meditasi/hening. Sehingga menghasilkan generasi jamdul yang sampai saat ini turut dalam kompleksitas mempelajari ‘Teknik Meditasi/Hening Pemurnian Jiwa Spiritual Murni SHD.

Tidak heran banyak murid ‘orde lama’ yang kabur dan rontok dari komunitas, karena memberontak dengan perubahan metode belajar. Bagi yang melanjutkan belajar, kebanyakan pun masih mempertahankan mode keras kepala yang bertentangan dengan ketulusan dan kerendahan hati. Masih kesulitan move on dari cara belajar orde lama dan sulit menerima metode belajar saat ini yang sudah berubah mengikuti irama Semesta. 

Dulu, apabila tidak tulus dan tidak berendah hati, masih diberikan ruang toleransi yang sangat besar dengan asumsi bahwa keduanya akan tercipta seiring dengan Ketekunan dan Konsistensi Laku Meditasi/Hening. Dan, asumsi bahwa kita semua sudah cukup dewasa dan berakal budi untuk mengerti mana karakter yang perlu diasah dan mana yang perlu dibuang. 

Tetapi, ternyata kesempatan dan toleransi yang diberikan tidak juga memberikan hasil yang selaras. Sebaliknya ruang toleransi itu malah semakin ramai dipermainkan dan dimanipulasi, sehingga makin hari semakin panen raya rajutan karma, semakin kecil toleransi dan semakin ketat persyaratan yang harus dipenuhi, mengikuti gerak ‘Hukum Semesta yang bekerja bagi seluruh eksistensi di Jagat Raya.

Standar proses belajar yang tadinya sangat simpel dan sederhana – asalkan rajin meditasi, maka pertumbuhan spiritual akan terjadi dengan sendirinya –  terpaksa diturunkan sampai tingkat paling mendasar, yaitu tentang ‘Perbaikan Sikap. Karena apabila variabel teknis berupa karakter tulus dan rendah hati belum dimiliki, berdampak instan terhadap proses belajar ‘Spiritual Murni SHD.

Yang tadinya standar sederhana tetapi berada di atas awan ‘Standar Langit, terpaksa diurai ke dasar memperbaiki isu-isu psikologi seputar sikap dan pola pikir destruktif, yang tidak bisa hanya diselesaikan dengan duduk bersila memejamkan mata setel audio dan komat-kamit sabda puitis. Bahkan, dengan Boosting Energi SHD yang berlimpah ruah pun tidak mempan.

Efek samping dari Boosting Energi SHD dan ‘Jatah Kasbon yang berlimpah ternyata kalah dengan kuatnya pola pikir dan perilaku berbasis ‘Sisi Gelap (shadows)’, sehingga penyelarasan yang sudah diberikan cuma-cuma, tidak pernah berdampak lebih lama. Boro-boro permanen, bertahan beberapa jam saja langka terjadi. Anugerah bantuan yang diberikan bukannya melenyapkan sisi gelap (shadows) secara permanen, tetapi malah menciptakan efek samping yang sama dahsyatnya dengan manfaat yang didapatkan. Malah menguatkan ketidaktulusan, kesombongan, kemalasan dan menguatkan intensi egositik.

Jadi, sangat logis apabila mata pelajaran bagi metode belajar terus bertambah untuk memberantas kebudegan kolektif dan ketidaksadaran diri yang menghambat proses belajar. Cara-cara psikologi umum akhirnya terpaksa dipakai untuk mendorong peningkatan ‘Kewaspadaan Diri (self awareness)’, misalnya dengan ‘Menulis Jurnal

Cara berikutnya yang melengkapi ‘Metode Belajar Spiritual Murni SHD v2.5 adalah dengan latihan memilih sikap yang tepat dengan akal budi dan melatih ketulusan dengan banyak berbuat kebaikan yang tidak memberikan manfaat bagi diri sendiri, tetapi memberikan manfaat bagi orang lain. 

Latihlah bersyukur pakai akal budi untuk tidak grundel, tidak misuh, tidak protes, tidak mengeluh, tidak obsesi, tidak ambisi, tidak kompetitif, dan lainnya. Latihan melakukan kebajikan dengan sukacita tanpa mengharapkan imbalan, tanpa berhitung untung-rugi. Agar kemudian latihan meditasi/heningmu dapat dilakukan dengan ketulusan yang sama. Tanpa melatih ketulusan, maka akan sulit untuk ‘Bersyukur dengan Tulus’. 

Mata Pelajaran Ketulusan adalah mata pelajaran seumur hidup. Tidak akan pernah berhenti di satu titik saja. Ujian ketulusan akan hadir terus-menerus berapa pun tingkat kesadaran yang dicapai. Semakin tinggi tingkat kesadaran, maka tingkat ketulusan pun harus disesuaikan. Semua karakter yang selaras akan selalu ditingkatkan kadarnya, bergerak semakin tinggi sepadan dengan tingkat kesadaran dan kasih murni yang semakin besar. 

Tidak mungkin sebaliknya.

 

Ay Pieta
Pamomong dan Direktur Persaudaraan Matahari
20 Mei 2025

Share:

Reaksi Anda:

Loading spinner
×

Rahayu!

Klik salah satu tim kami dan sampaikan pesan Anda

× Hai, Kami siap membantu Anda