Skip to main content
Refleksi

MEDITASI SMSHD & SELF-AWARENESS

16 January 2025 Ay Pieta No Comments

Pada tataran psikologi, tema self-awareness memang sedang hot-hot-nya sebagai solusi bagi kesehatan mental. Berbagai tip dan solusi sederhana pengembangan manusia pasti dimulai dari upaya meningkatkan self-awareness (kewaspadaan diri) dulu. Karena kemauan untuk mengenal dan memahami diri sendiri merupakan pintu gerbang menuju pengembangan diri. Kalau tidak tahu ada apa pada diri dan apa yang bisa dikembangkan dalam diri, lalu bagaimana mau melangkah dalam upaya pengembangan diri? 

Sebelum masuk ke arena mindfulness yang melibatkan ruang ‘kesadaran’, self-awareness merupakan langkah awal yang paling sederhana dan lebih mudah dicerna ketimbang langsung lompat kepada pure consciousness (kesadaran murni) yang terlalu langitan. Makanya, banyak yang kepontal-pontal ketika diberikan standar langit walaupun hampir semua hobi dengan isu-isu langitan, namun memang sebatas senang mendengar donger untuk bahan berkhayal.

Persaudaraan Matahari (PM) dengan Ajaran Spiritual Murni Setyo Hajar Dewantoro (SMSHD) adalah tentang pure consciousness (kesadaran murni), yaitu kesadaran yang bebas dari sisi gelap (shadows)

Tapi, kemudian terbentur dengan minimnya self-awareness para peminatnya, sehingga kami, para pendidik di PM, harus bermanuver mundur dulu ke belakang, turun dulu ke lapisan yang paling dasar, dengan harapan bisa memantik pola pikir dan perilaku yang akan mendukung proses belajar materi spiritual murni (pure spirituality) SHD.

Meditasi pemurnian jiwa SMSHD yang jelas berupa solusi emas bagi semua problematika yang ada di muka Bumi ini, ternyata tidak bisa dengan mudah ‘diterima’ karena karakter ajaran yang bentrok dengan budaya spiritualisme pada umumnya. Bagi kebanyakan anggota komunitas yang hobinya melulu mencari solusi instan demi memenuhi agenda egoistiknya, jurang blankspot menuju Ajaran SMSHD yang lumayan besar berdampak kepada proses belajar yang brebet, kebanyakan drama.

Berbagai cara yang dijadikan solusi dalam upaya pengembangan diri, selalu membutuhkan kemampuan untuk berefleksi diri (self-reflection), baik pada tataran self-awareness (kewaspadaan diri), pada tataran mindfulness (kesadaran) yang sudah lebih diterima oleh masyarakat umum, maupun pada tataran pure consciousness SMSHD (kesadaran murni) yang masih dianggap halu dan mengada-ada. Apa pun nama gaul dan istilah psikologi yang trendi bagi solusi isu kesehatan mental serta pengembangan diri, ujung-ujungnya pasti meminta para kliennya untuk melatih kemampuan berefleksi diri. 

Berefleksi diri adalah berkaca agar mampu melihat diri sendiri, yaitu proses mengenal diri sendiri dengan lebih jujur, lebih intens, dan lebih penuh kasih terhadap diri (self compassion). 

Dari sebuah umpan balik (feedback), maka langkah selanjutnya yang perlu dilatih adalah kemampuan berefleksi. Berlatih mengevaluasi kembali kinerja, asumsi dan persepsi, serta introspeksi diri agar dapat mengambil langkah perbaikan yang nyata. Dengan ‘berkaca’, maka akan muncul momen reflektif, dengan memperhatikan dan menghayati apa yang kita serap melalui panca indera seperti melihat, membaca, menonton, merasakan, atau mendengar.

Dengan berefleksi diri atau berkaca, maka kita akan mengevaluasi diri, mereview kembali, menelaah kembali, berputar kembali ke belakang, menengok kembali ke belakang dalam rangka mempelajari sebuah pengalaman yang menjadi inspirasi dan melengkapi pengetahuan yang sudah dimiliki sehingga kemudian bisa diperbaiki untuk melanjutkan proses penyempurnaan.

Kewaspadaan diri (self-awareness) tanpa campur tangan mindfulness atau ‘kesadaran’ akan terproses di area kognitif dan intelektual saja. Kemampuan merekam berupa kapasitas memori dan besar kecil volume otak menjadi satu-satunya parameter tertinggi yang mempengaruhi keberhasilan dalam keahlian berefleksi. 

Sementara, dengan mindfulness manusia dapat membuka gerbang ruang kesadaran yang akan mengaktifasi perangkat kecerdasan manusia ke titik optimalnya. Apalagi kalau mampu mencapai kesadaran murni, kompetensi kecerdasan akan membesar berkali-kali lipat sebagai hasil dari pola pikir bebas sisi gelap (shadows).

Dalam tataran self-awareness, yang akan tampak ketika ‘berkaca’ adalah apa saja yang ada di permukaan dan dapat ditangkap oleh panca indera. Misalnya kondisi fisik, emosi, pikiran/mental, dan lain-lain. Sementara, ketika memasuki fase mindfulness yang mulai membuka ‘kesadaran’, maka yang tampak adalah wawasan yang lebih luas serta mendalam, meliputi kebijaksanaan dan pola pikir yang lebih dewasa walaupun belum bebas dari sisi gelap (shadows). Yang memperdalam mindfulness sampai kepada fase kesadaran murni,maka hasil ‘berkaca’ akan semakin kontemplatif masuk ke dalam diri menembus realitas jiwa tanpa distorsi dari sisi gelap.

Siklus reflektif ini akan terjadi secara natural apabila memang memiliki niat yang tulus untuk bertumbuh. 

Selalu ada goals dan objectives sebagai tujuan yang dianggap sangat penting atau  “Raison d’etre” sebagai dasar bagi motivasi atau dorongan kuat ketika melakukan sebuah tindakan. Dalam SMSHD  goals dan objectives yang perlu diselaraskan tidak bisa terselip agenda egoistik.

Para pakar human development ternyata berpendapat hal yang sama persis. Banyak sekali literatur psikologi yang menjelaskan mengapa kemampuan berefleksi itu penting bagi pengembangan diri. Sebuah pengalaman hidup yang dibiarkan begitu saja hanya dikoleksi sebagai kisah lucu dan seru bagi anak cucu tanpa dipelajari dan tanpa diresapi, maka tidak akan menemukan pembelajaran yang bisa ditangkap. 

Koleksi pengalaman itu tidak akan bermanfaat karena tidak ditindaklanjuti dengan sebuah perubahan yang positif. Segudang kisah hidup penuh pengalaman nyata yang otentik yang dikoleksi menjadi tidak akan ada artinya. Bahkan, pada era badai teknologi ini, kemampuan kewaspadaan diri (self-awareness) yang baik menjadi lebih dibutuhkan untuk meningkatkan kecerdasan emosi ketimbang sekadar kecerdasan akademik dan intelektual.

Duh, gemes, deh. 

Padahal keahlian berefleksi dan meningkatkan semua kecerdasan, baik emosi maupun intelegensi merupakan salah satu dan salah dua dampak dari solusi emas meditasi pemurnian jiwa SMSHD. Solusi emas itu seperti sebuah jalan pintas yang berdampak holistik dan permanen bagi berbagai isu psikologis yang dramatis dan kusut. 

Namun sayangnya, solusi emas yang menjadi jalan pintas ini tidak bisa menjadi solusi instan karena cakupan area perbaikan yang luas dan menyeluruh (holistik), yang tidak bisa dijangkau oleh sains. 

Solusi emas tidak mungkin instan karena jelas ini sebuah pekerjaan besar dalam konteks evolusi jiwa. Dampak yang tidak kaleng-kaleng meliputi seluruh lapisan kesadaran, maka sewajarnya memang membutuhkan kesabaran dan ketangguhan dalam menjalankan prosesnya.

Tapi, ya, dasar manusia dengan pola pikir berbasis sisi gelap akan lebih senang memilih cara yang lebih rumit, namun dianggap sebagai solusi yang instan, walaupun dampaknya hanya di lapisan permukaan saja dan tidak akan permanen. Lebih memilih yang instan, namun rumit dan malah menikmati terjebak dalam siklus yang sama persis sampai mati. 

Hasil sementara dan tidak permanen yang instan tetapi bisa didapatkan berulang kali, menjadi pilihan yang lebih menyenangkan ketimbang hasil holistik yang permanen. Solusi emas meditasi pemurnian jiwa SMSHD yang ‘menyembuhkan’ secara total menjadi kurang menarik karena membutuhkan usaha yang dianggap terlalu besar dan waktu yang lebih panjang. Ya begitulah sebuah kemalasan kolektif memang musuh bagi peradaban.

Ajaran SMSHD jelas banget merupakan metode berkategori mindfulness dengan tujuan capaian yang paling tinggi, yaitu kesadaran murni. Alat berupa “Tongkat Sihir” meditasi metode SMSHD telah terbukti membuka ruang kesadaran bebas sisi gelap yang akan mengaktifkan seluruh “Perangkat Kecerdasan” sehingga secara otomatis meningkatkan berbagai macam bentuk kecerdasaan manusia.

Meditasi/hening SMSHD yang tepat, seharusnya menjadi momen kontemplatif dan reflektif, tempat dimana kita akan selalu menemukan AHA!Moment, menemukan pemahaman akan pengetahuan baru, menemukan pemahaman akan Hukum Kosmik dan menemukan kebenaran sejati. Penemuan (discovery) inilah yang kemudian akan menjadi modal untuk dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.

Jadi, bagi yang masih saja berdrama ketika diminta berlatih “Refleksi” diri, maka jelas bahwa dirimu belum memiliki kewaspadaan diri (self-awareness) yang baik dan selaras. Maka, rajin-rajinlah latihan berkaca atau berefleksi diri, temukan momen kontemplatifmu yang paling jujur agar menimbulkan dampak positif bagi pengembangan dirimu. Jangan hanya berkaca untuk membetulkan poni, make up atau selfie saja.

 

Ay Pieta
Pamomong dan Direktur Persaudaraan Matahari
15 Januari 2025

Share:

Reaksi Anda:

Loading spinner
×

Rahayu!

Klik salah satu tim kami dan sampaikan pesan Anda

× Hai, Kami siap membantu Anda